ACHEHNETWORK.COM – Kamis, 26 Juli 2001, Indonesia dikejutkan oleh pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Ia ditembak oleh orang tak dikenal saat dalam perjalanan menuju Mahkamah Agung. Kejadian ini langsung dikaitkan dengan kasus-kasus besar yang ditanganinya, termasuk skandal tukar guling PT Goro Batara Sakti dan Bulog, yang menyeret nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, anak kelima Presiden Soeharto.
Siapa Tommy Soeharto?
Lahir di Jakarta pada 15 Juli 1962, Tommy adalah anak kelima dari enam bersaudara, putra Soeharto dan Ibu Tien.
Nama “Hutomo Mandala Putra” diberikan untuk memperingati peristiwa pembebasan Irian Barat dari Belanda pada tahun 1962 melalui operasi militer yang dipimpin langsung oleh Soeharto.
Sejak kecil, Tommy dikenal sebagai anak kesayangan Soeharto. Ia berbeda dari saudara laki-lakinya, lebih gesit dan ulet dibandingkan Sigit dan Bambang.
Setelah lulus dari Akademi Penerbangan Sipil, Tommy melanjutkan kuliah di bidang pertanian di Amerika Serikat, tetapi tidak menyelesaikannya.
Sekembalinya ke Indonesia, ia mulai merintis bisnis yang kemudian berkembang pesat, meski tak lepas dari kontroversi.
Jejak Bisnis dan Kontroversi Tommy Soeharto
Pada 1984, di usia 22 tahun, Tommy mendirikan Humpuss Group. Dalam hitungan minggu, Humpuss sudah memiliki 20 anak perusahaan yang kemudian berkembang menjadi 60 perusahaan.
Tahun 1985, ia membeli 65% saham Perta Oil Marketing, anak perusahaan Pertamina, dan dituduh memainkan harga ekspor-impor minyak bersama kakaknya, Bambang Trihatmodjo.
Bisnis lainnya adalah maskapai Sempati Air, yang sempat menjadi penerbangan eksklusif bagi para pebisnis kaya Indonesia yang ingin berjudi di Pulau Christmas, Australia. Namun, Sempati Air akhirnya bangkrut akibat krisis moneter.
Kontroversi lain yang santer terdengar adalah rumor bahwa Ibu Tien wafat karena tertembak secara tidak sengaja dalam pertengkaran antara Tommy dan Bambang. Meski demikian, kabar ini tidak pernah terbukti.
Namun, dari sekian banyak skandal, ada satu kasus yang benar-benar menjatuhkan Tommy: dugaan keterlibatan dalam pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Kasus Tukar Guling PT Goro Batara Sakti dan Bulog
Pada tahun 1995, Kepala Bulog saat itu, Beddu Amang, menandatangani perjanjian dengan PT Goro Batara Sakti (GBS) untuk tukar guling tanah.
PT GBS yang 80% sahamnya dimiliki oleh Tommy, serta 20% oleh Ricardo Gelael (pemilik KFC Indonesia), mendapat lahan di Marunda seluas 115 hektar, sementara Bulog memperoleh gudang di Kelapa Gading.
Namun, belakangan perjanjian ini dibatalkan karena PT GBS gagal mengembalikan utang. Negara pun mengalami kerugian sebesar Rp96,6 miliar. Kasus ini menyeret Tommy dan Ricardo ke meja hijau.
Pada Oktober 1999, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan mereka tidak bersalah. Namun, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada 27 September 2000, majelis hakim yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita memvonis Tommy dan Ricardo 18 bulan penjara serta denda Rp5 miliar.
Tommy Menghilang dan Perburuan Besar-Besaran
Setelah vonis dijatuhkan, Tommy mengajukan grasi kepada Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan meminta peninjauan kembali.
Sambil menunggu keputusan, ia tetap bebas. Kejaksaan Agung yang tak ingin kecolongan, segera mengeluarkan perintah pencekalan.
Namun, pada awal November 2000, Presiden Gus Dur menolak permohonan grasi Tommy. Artinya, ia harus segera ditangkap. Sayangnya, Tommy menghilang.
Polisi bahkan meminta bantuan Interpol, tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Banyak rumor menyebutkan Tommy memiliki puluhan bodyguard yang melindungi tempat persembunyiannya.
Pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita
Pada pagi hari, 2 Juli 2001, Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita berangkat ke kantor menggunakan mobil Honda CRV bersama…….
Halaman Selanjutnya…
Halaman : 1 2 Selanjutnya
Editor : ADM