ACHEHNETWORK.COM – Kehancuran Suriah dimulai sejak pemilihan presiden pada tahun 2000. Saat itu, anak dari Presiden sebelumnya, Bashar al-Assad, diajukan untuk menjadi presiden berikutnya.
Masalahnya, umur Bashar al-Assad saat itu masih 34 tahun, sementara batas minimal umur untuk menjadi calon presiden adalah 40 tahun. Dengan cepat, pemerintahan Suriah mengubah aturan tersebut, menurunkan batas usia menjadi 34 tahun, yang kebetulan sesuai dengan umur Bashar.
Tentu saja, perubahan ini kontroversial. Namun, masyarakat Suriah saat itu cukup antusias terhadap Bashar, karena ia berjanji untuk mengurangi korupsi.
Di tahun pertama pemerintahannya, beberapa janji tersebut terlihat mulai terpenuhi. Namun, sayangnya, di tahun kedua, keadaan kembali seperti semula.
Korupsi terus berlangsung, dan meskipun ekonomi tumbuh, hanya segelintir orang di pusat kekuasaan yang menikmatinya, sementara rakyat semakin menderita.
Inflasi tinggi, pengangguran meluas, dan banyak orang jatuh miskin. Rakyat tidak punya pilihan selain turun ke jalan untuk melakukan protes.
Namun, bukannya mendengarkan, pemerintah merespons dengan kekuatan militer, yang akhirnya berujung pada perang saudara. Keadaan semakin buruk, kemiskinan melonjak, dan banyak warga yang terpaksa mengungsi.
Dalam artikel ini, saya akan membahas lebih dalam mengenai apa yang terjadi di Suriah dan apa yang bisa kita pelajari dari sejarah mereka, agar Indonesia tidak berakhir seperti Suriah.
Awal Mula Konflik di Suriah
Suriah modern dimulai dengan Hafez al-Assad, yang menjadi presiden pada tahun 1971 setelah melakukan kudeta. Hafez adalah seorang pemimpin yang keras dan otoriter, namun ia menjanjikan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan.
Janji ini sebagian besar terpenuhi pada tahun 1970-an, berkat sektor minyak yang berkembang pesat. Suriah berhasil meningkatkan produksi minyak di saat harga global minyak juga meningkat.
Namun, meskipun ada pertumbuhan ekonomi, praktik korupsi merajalela. Semua perusahaan minyak dan bahan bakar dinasionalisasi, menjadikan negara dan kekuasaan Hafez semakin terpusat.
Pada tahun 1980-an, harga minyak turun drastis, yang mempengaruhi perekonomian Suriah yang sangat bergantung pada ekspor minyak. Suriah mulai mengalami defisit dan inflasi tinggi, sementara ketimpangan sosial semakin terlihat jelas.
Meski demikian, pada masa-masa sulit tersebut, masyarakat Suriah tetap menerima keadaan karena mereka merasa mendapatkan kestabilan politik yang tidak mereka dapatkan sebelumnya, seperti pada masa-masa sebelum Hafez berkuasa yang dipenuhi kudeta militer.
Pergantian Kepemimpinan: Bashar al-Assad
Pada tahun 2000, Hafez al-Assad meninggal dunia, dan Bashar al-Assad yang saat itu masih berusia 34 tahun menjadi penggantinya. Untuk memungkinkan Bashar menjadi presiden, parlemen mengubah persyaratan usia minimal menjadi 34 tahun.
Bashar dianggap sebagai pemimpin muda yang berpendidikan Barat dan penuh harapan untuk membawa Suriah ke arah yang lebih baik.
Pada awal pemerintahannya, banyak yang optimis. Bashar berjanji untuk melakukan reformasi, keterbukaan politik, dan pembangunan. Pada tahun 2000, debat politik dan sosial yang sebelumnya dilarang, mulai diperbolehkan.
Namun, perubahan ini hanya bertahan satu tahun. Meskipun Bashar berusaha membangun citra sebagai pemimpin reformis, struktur kekuasaan lama tetap bertahan. Korupsi terus berlanjut, dan meskipun ada pertumbuhan ekonomi, ketimpangan sosial semakin besar.
Antara 2000 hingga 2010, masyarakat Suriah menghadapi pengangguran tinggi, inflasi melambung, dan banyak yang hidup dalam kemiskinan.
Masyarakat mulai merasa kecewa dengan janji-janji Bashar yang tidak terealisasi, sementara kekuasaan tetap terpusat pada elit politik yang korup.
Revolusi dan Perang Saudara
Pada 2011, gelombang pemberontakan di dunia Arab, yang dimulai di Tunisia, menyebar ke negara-negara……
Halaman Selanjutnya…
Halaman : 1 2 Selanjutnya
Editor : ADM