ACHEHNETWORK.COM – Dengan begitu banyak peristiwa di Timur Tengah, sebagian disebabkan oleh campur tangan Inggris, tahun 1958 menjadi titik balik yang mengubah Irak secara mendasar.
Pada tahun itu terjadi peristiwa pembantaian mengerikan yang masih memecah belah opini di Irak hingga saat ini. Peristiwa ini menjatuhkan monarki di Irak. Mari kita simak latar belakangnya.
Inggris dan Awal Hubungannya dengan Irak
Inggris telah mengenal Irak sejak Perang Dunia I, ketika negara itu masih menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman.
Pada tahun 1917, pasukan Inggris berhasil merebut Baghdad setelah beberapa kekalahan militer melawan Turki.
Setelah Perang Dunia I, Kekaisaran Ottoman terpecah, dan mandat Inggris atas Irak diumumkan.
Inggris juga menguasai lokasi strategis seperti Terusan Suez, yang menjadi penghubung penting bagi Kekaisaran Inggris.
Selain itu, Inggris memiliki pengaruh besar di wilayah Transyordan (sekarang Yordania), Palestina, Kuwait, dan beberapa negara lainnya.
Raja Faisal I: Awal Monarki Hasyimiyah
Untuk mengamankan kepentingannya, Inggris mengangkat Raja Faisal I, seorang anggota keluarga Hasyimiyah dan putra Syarif Husein dari Mekah.
Faisal, yang sebelumnya memimpin pemberontakan Arab melawan Ottoman, dikenal sebagai sosok yang dihormati di Irak.
Sebagai seorang Muslim Sunni di negara mayoritas Syiah, Faisal bekerja keras untuk mempersatukan Sunni, Syiah, dan Kurdi.
Ia juga menyadari pentingnya minyak Irak, yang sebagian besar dikuasai Inggris, untuk pembangunan ekonomi negaranya.
Pemerintahan Raja Gazi
Pada tahun 1933, Raja Faisal I wafat dan digantikan oleh putranya, Raja Gazi. Berbeda dengan ayahnya, Raja Gazi lebih condong ke arah nasionalisme Arab dan memusuhi pengaruh Inggris.
Ia mendukung gagasan aneksasi Kuwait, yang saat itu berada di bawah perlindungan Inggris.
Namun, pemerintahan Gazi ditandai oleh ketegangan politik dan konflik internal.
Pada tahun 1939, Raja Gazi meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil yang mencurigakan, memicu spekulasi bahwa ia dibunuh karena perlawanannya terhadap Inggris.
Masa Perwalian dan Awal Pemerintahan Raja Faisal II
Setelah kematian Raja Gazi, putranya yang masih berusia 4 tahun, Raja Faisal II, menjadi raja di bawah perwalian pamannya, Putra Mahkota Abdallah.
Periode perwalian ini diwarnai oleh meningkatnya ketegangan politik, baik di dalam negeri maupun dalam hubungan Irak-Inggris.
Pada tahun 1953, Raja Faisal II resmi naik tahta di usia 18 tahun.
Ia berusaha memodernisasi Irak, namun pemerintahannya dibayangi oleh pengaruh Putra Mahkota Abdallah dan meningkatnya gerakan nasionalisme Arab.
Kebangkitan Nasionalisme Arab dan Pakta Baghdad
Pada 1950-an, nasionalisme Arab, yang dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser dari Mesir, menjadi gerakan besar di dunia Arab.
Pesan antiimperialisme dan persatuan Pan-Arab dari Nasser menggema di Irak, khususnya di kalangan perwira militer muda.
Pemerintahan Raja Faisal II menjadi…
Halaman Selanjutnya…
Halaman : 1 2 Selanjutnya
Editor : Zahra Khairina
Sumber : YouTube Ellen Conny