ACHEHNETWORK.COM – Libya, negeri kaya minyak, kini terperangkap dalam kekacauan setelah bertahun-tahun konflik bersenjata.
Pada 20 Oktober 2011, di tengah aksi demonstrasi anti-Gaddafi yang didukung Amerika Serikat dan Uni Eropa, pecah pemberontakan bersenjata yang menyeret Libya ke dalam perang sipil.
Hari itu, Muammar Gaddafi ditangkap dan dibunuh secara keji oleh para pemberontak.
Dulu, rakyat Libya bersorak kegirangan atas tumbangnya rezim yang berkuasa selama 42 tahun tersebut.
Namun, situasi negara saat ini menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan.
Rezim Gaddafi: Antara Otoritarianisme dan Kemakmuran
Selama memimpin, Gaddafi dikenal sebagai sosok kontroversial.
Ia menerapkan kebijakan sosialis dengan menasionalisasi perusahaan minyak asing dan mendistribusikan keuntungan kepada rakyat.
Hal ini meningkatkan taraf hidup masyarakat Libya, menjadikan Libya negara dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Afrika pada 2010.
Di masa pemerintahannya, pendidikan, kesehatan, dan perumahan tersedia secara gratis. Libya juga menjadi negara dengan tingkat kemiskinan yang rendah, sementara kesetaraan gender mulai diterapkan.
Namun, Gaddafi dikenal sebagai diktator yang menekan oposisi, dengan ribuan aktivis dakwah dan jihad dilaporkan menjadi korban rezimnya.
Perang Sipil dan Kekacauan Pasca Gaddafi
Pemberontakan tahun 2011 yang didukung NATO menyebabkan runtuhnya pemerintahan Gaddafi.
Setelah perang sipil berakhir, Libya mengalami perubahan besar:
- Bendera diganti menjadi motif tiga warna dengan bulan sabit.
- Sistem pemerintahan berubah dari Jamahiriyah Arab Sosialis menjadi republik.
- Ekonomi mulai bergantung kembali pada eksploitasi minyak, yang sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh pihak asing.
Namun, konflik bersenjata terus berlanjut hingga saat ini.
Kelompok bersenjata dan kriminalitas semakin meluas akibat peredaran senjata yang tidak terkendali.
Sisa-sisa loyalis Gaddafi, yang menamakan diri Green Resistance, berusaha merebut kembali kekuasaan.
Dampak Konflik
Perang sipil Libya mengakibatkan:
- Puluhan ribu korban jiwa, mayoritas warga sipil.
- Ratusan ribu pengungsi ke negara tetangga seperti Mesir dan Tunisia.
- Keterpurukan ekonomi dan politik yang membuat Libya nyaris menjadi negara gagal.
Di luar Libya, dampak konflik terasa hingga Mali, di mana suku Tuareg yang terlibat dalam perang sipil Libya membawa stok senjata dan memicu pemberontakan baru.
Libya Kini
Saat ini, Libya terpecah menjadi dua pemerintahan:
- Government of National Accord (GNA) yang didukung PBB, berbasis di Tripoli.
- Pemerintahan di Timur Libya, yang dipimpin oleh Khalifa Haftar.
Meski perang dinyatakan berakhir pada 2011, berbagai kelompok bersenjata terus berebut kekuasaan dan sumber daya.
Libya, yang dulunya salah satu negara termakmur di Afrika, kini terjerembab dalam kekacauan.***
Editor : ADM Acheh Network