Tradisi Muslim Cham Vietnam Tak Wajib Shalat Tak Perlu Puasa: Perbedaan Praktik dan Pengaruh Sejarah - Acheh Network

Tradisi Muslim Cham Vietnam Tak Wajib Shalat Tak Perlu Puasa: Perbedaan Praktik dan Pengaruh Sejarah

Rabu, 20 Maret 2024 - 07:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Muslim Champa
Orang Muslim Cham Bani/net




AchehNetwork.com – Eksistensi agama Islam juga telah mengakar di Vietnam, yang pada masa lalu dikenal sebagai Champa. 
Islam memasuki wilayah ini pada abad ke-9 dan diterima dengan hangat oleh masyarakat serta tokoh-tokoh pemerintahan setempat. 
Dari waktu itu, Islam terus berkembang di Vietnam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam riset “The Influence of Hinduism Toward Islam Bani” pada tahun 2018, Islam di Vietnam kini memiliki dua bentuk ekspresi yang berbeda. 
Pertama, terdapat komunitas Muslim yang tumbuh di kota-kota besar, yang memegang teguh ajaran Al-Quran dan Hadis.
Sedangkan yang kedua, terdapat komunitas Muslim Cham, yang memiliki ciri khas unik serta kontroversial. 
Mereka menjalani kehidupan beragama tanpa merujuk kepada Al-Quran, Hadis, atau Rukun Iman-Islam, melainkan berdasarkan adat dan tradisi yang ada dalam lingkungan mereka.
Pada saat-saat seperti bulan suci Ramadan, situasinya tidak berbeda. 
Dalam riset yang dikutip dari Ba Trung berjudul “Bani Islam Cham in Vietnam” (2008), terungkap bahwa mereka tidak menjalankan ibadah puasa seperti umat Muslim di seluruh dunia.
Bagi mereka, Ramadan atau yang mereka sebut sebagai “Ramuwan” bukanlah bulan puasa, melainkan lebih sebagai bulan persiapan bagi pemuka agama baru, persiapan menghadapi kematian, dan proses penyucian.
Selama Ramadan, keluarga dari komunitas Muslim Cham memberikan persembahan makanan kepada pemuka agama yang berkunjung ke masjid. 
Ini sebagai wujud ketulusan mereka kepada Allah.
Para pemuka agama ini kemudian melakukan meditasi di masjid selama tiga hari tanpa berbicara, makan, atau minum. 
Setelah itu, mereka melakukan kegiatan dakwah di dalam masjid selama 15 hari, yang menurut pandangan mereka, bulan Ramadan hanya berlangsung selama 15 hari, bukan 30 hari seperti umumnya.
Selain perbedaan dalam pemahaman Ramadan, terdapat perbedaan signifikan lainnya antara komunitas Muslim Cham dengan umat Muslim pada umumnya, yaitu dalam ibadah shalat. 
Meskipun shalat merupakan kewajiban dalam Islam, komunitas Muslim Cham tidak melaksanakan shalat lima waktu, melainkan hanya shalat Jumat. 
Mereka meyakini bahwa kewajiban shalat bisa diwakilkan melalui seorang perwakilan yang disebut Acar.
Acar ini bertanggung jawab untuk “menyampaikan” shalat atas nama keluarganya agar kehidupan di dunia dan akhirat mereka berjalan dengan baik. 
Mengapa terdapat perbedaan seperti ini dalam praktik keagamaan?
Beberapa orang mengaitkan perbedaan ini dengan pengaruh ajaran Hindu dan Buddha. 
Namun, menurut riset Jay Willoughby dalam paparannya yang berjudul “The Cham Muslims of Vietnam”, perbedaan ini lebih disebabkan oleh terputusnya proses Islamisasi di masa lalu.
Saat proses Islamisasi terhenti karena pertempuran yang terjadi di kalangan aristrokrasi Kerajaan Champa, penyebaran ajaran Islam di kalangan masyarakat juga terhenti, sehingga ajaran Islam yang sampai kepada penduduk tidak utuh.
Isolasi politik yang kemudian dialami oleh Champa membuat mereka tertinggal dalam proses Islamisasi yang sedang berkembang di wilayah Melayu. 
Dari proses yang terhenti inilah kemudian lahir komunitas Muslim Cham, yang saat ini berjumlah sekitar 40.000 orang dan tersebar di 12 provinsi di Vietnam, dengan sebagian besar terpusat di Phan Rang dan Phang Ri.
Namun, karena perbedaan ajaran, mereka sering dianggap sebagai kelompok terpinggirkan dan terkadang mengalami pengucilan. 
Meskipun begitu, tidak sedikit ulama yang berupaya untuk merapatkan kesenjangan antara ajaran Islam Cham dengan ajaran Islam pada umumnya.(*)
Sumber: CNBC Indonesia
Baca Juga :  5 Kapal Legendaris Nusantara yang Pernah Berjaya di Lautan pada Abad 16-18 M: Perjalanan, Perang, dan Perdagangan

Artikel Terkait

Greenland: Gerbang Perang Dunia III – Amerika, Rusia, China, Denmark, dan Uni Eropa
Transformasi Suriah: Perubahan Pemerintahan dan Bendera Nasional di Tahun 2024
Menyingkap Kisah Minoritas Syiah Sekte Alawi di Suriah: Dari Kejayaan hingga Perjuangan di Tengah Konflik
Menguak 3 Alasan Jepang Menjajah Indonesia: Kepentingan Perang hingga Ekonomi
Daftar 10 Kota dengan UMP Tertinggi di Indonesia pada 2025: Jakarta Tetap di Puncak!
Suriah: Menyingkap Kekayaan Sejarah di Tanah Peradaban Dunia
Tragedi Kematian Meurah Pupok: Pengkhianatan, Konspirasi, dan Penyesalan Sultan Iskandar Muda
Concorde: Ikon Pesawat Supersonik yang Mengubah Sejarah Penerbangan Dunia yang Telah Pensiun

           
Konten berikut adalah iklan platform MGID, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut
Konten berikut adalah iklan platform Recreativ, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut

Artikel Terkait

Kamis, 23 Januari 2025 - 17:31 WIB

Greenland: Gerbang Perang Dunia III – Amerika, Rusia, China, Denmark, dan Uni Eropa

Rabu, 8 Januari 2025 - 17:29 WIB

Transformasi Suriah: Perubahan Pemerintahan dan Bendera Nasional di Tahun 2024

Minggu, 5 Januari 2025 - 22:54 WIB

Menyingkap Kisah Minoritas Syiah Sekte Alawi di Suriah: Dari Kejayaan hingga Perjuangan di Tengah Konflik

Kamis, 2 Januari 2025 - 01:01 WIB

Menguak 3 Alasan Jepang Menjajah Indonesia: Kepentingan Perang hingga Ekonomi

Jumat, 27 Desember 2024 - 18:42 WIB

Daftar 10 Kota dengan UMP Tertinggi di Indonesia pada 2025: Jakarta Tetap di Puncak!

Jumat, 27 Desember 2024 - 16:49 WIB

Suriah: Menyingkap Kekayaan Sejarah di Tanah Peradaban Dunia

Minggu, 22 Desember 2024 - 20:55 WIB

Tragedi Kematian Meurah Pupok: Pengkhianatan, Konspirasi, dan Penyesalan Sultan Iskandar Muda

Sabtu, 21 Desember 2024 - 22:20 WIB

Concorde: Ikon Pesawat Supersonik yang Mengubah Sejarah Penerbangan Dunia yang Telah Pensiun

Berita Terkini