Pejuang Aceh/ |
ACHEHNETWORK.COM – Pada 3 April 1926, sebuah pertempuran sengit terjadi di Bakongan, Aceh Selatan, yang menewaskan Kapten J Paris, seorang perwira Belanda yang dikenal mahir dalam berbahasa Aceh.
Tragedi ini meninggalkan jejak sejarah yang mendalam, di mana pasukan Cut Ali, pemimpin gerilyawan Aceh, berhasil mengalahkan pasukan Belanda dengan serangan yang sangat brutal.
Bersama Kapten Paris, dua kadet dan tiga anggota Marsose juga tewas, sementara 12 tentara lainnya menderita luka parah.
1. Peristiwa Pertempuran di Bakongan, Aceh Selatan
Kisah tragis ini tercatat dalam buku Peutjut Kerkhoff Mengungkap Tabir Kepahlawanan Rakyat Aceh yang ditulis oleh Tjoetje, mantan pegawai Bestuur Meulaboh di Aceh Barat.
Menurut laporan Aceh Info, pertempuran berlangsung di Gampang Sapek, Bakongan, Aceh Selatan, di mana pasukan Cut Ali berhasil menewaskan Kapten Paris.
Beliau diserang secara brutal, pertama dengan tebasan pedang yang mengenai lengannya, yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai “eerster houw” (pukulan pertama).
Pukulan kedua yang dikenal dengan nama “houw bovenop” membelah leher Kapten Paris hingga rongga dada, menyebabkan beliau ambruk tak berdaya.
2. Keberanian Pasukan Cut Ali
Cut Ali, yang memimpin gerilyawan Aceh di selatan, dikenal sebagai sosok yang sangat ditakuti oleh pasukan Belanda. Gerilyawannya sering melancarkan serangan mendadak, yang meninggalkan mayat-mayat tentara Belanda di tempat kejadian.
Karena aksi-aksi berani ini, pasukan Cut Ali dijuluki “de jahat” di Bakongan oleh Belanda, sebuah istilah yang dalam bahasa Belanda berarti “jahat.”
Keberanian Cut Ali dan pasukannya menjadi simbol perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajahan Belanda.
3. Tanggapan Belanda dan Mitos Kekebalan Kapten Paris
Meskipun banyak yang menganggap Kapten Paris memiliki kemampuan kebal terhadap senjata, klaim ini dibantah oleh Kolonel Du Croo dan Schomdt dalam buku Generaal Swart: Pacipicator Van Atjeh.
Catatan militer menyebutkan bahwa Kapten Paris lulus dari Akademi Militer Breda pada tahun 1910 dan ditugaskan ke Aceh pada tahun 1914.
Walaupun sering dianggap memiliki kemampuan luar biasa, tidak ada yang dapat menghindarkan Kapten Paris dari pertempuran fatal di Bakongan.
4. Pemakaman Kapten Paris di Inggris
Berbeda dengan rekan-rekannya yang tewas dan dimakamkan di Aceh, jenazah Kapten Paris dimakamkan di Kota Hastings, Inggris, sesuai dengan permintaan istrinya.
Jenazah beliau dibawa dari Bakongan ke Kutaraja (Banda Aceh), lalu ke Sabang, sebelum akhirnya dibawa ke Inggris menggunakan kapal Samoedra.
Di makam Kapten Paris, terdapat dua lembar surat yang terukir: satu dalam bahasa Inggris dari istrinya, dan satu lagi dalam bahasa Belanda dari tiga komandan Marsose yang berlokasi di tiga bivak yang berbeda.
5. Legacy dan Pengaruh Tragedi Kapten Paris
Tragedi Kapten Paris menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajahan Belanda.
Keberanian pasukan Cut Ali dan strategi gerilya mereka memberikan pelajaran berharga tentang semangat juang dan ketangguhan dalam menghadapi kekuatan penjajah.
Meski Kapten Paris tewas dalam pertempuran ini, kisahnya tetap dikenang sebagai bagian dari sejarah kelam penjajahan Belanda di Aceh.
Editor : ADM