Pulau Cocos/Foto: Media Storehouse |
AchehNetwork.com – Tersembunyi di jantung Samudera Hindia, Pulau Cocos (Keeling) menjadi salah satu permata eksotis milik Australia yang menyimpan jejak panjang budaya Indonesia.
Meski secara politik masuk dalam wilayah eksternal Australia, pulau kecil ini justru memancarkan nuansa Indonesia yang kental—baik dari bahasa, budaya, hingga gaya hidup warganya.
Warisan Indonesia yang Tetap Hidup di Tengah Lautan
Pulau Cocos tak sekadar titik kecil di peta dunia. Ia adalah rumah bagi komunitas keturunan Jawa dan Melayu yang telah menetap selama beberapa generasi.
Di Home Island, tepatnya di Bantam Village, penduduk lokal masih menggunakan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari dan menjalankan adat serta tradisi leluhur dari Nusantara.
Tak jauh dari situ, terdapat West Island, yang menjadi hunian mayoritas warga keturunan Eropa dan Australia. Di sinilah terjadi pertemuan budaya antara Timur dan Barat, menjadikan Pulau Cocos sebagai contoh hidup dari keberagaman yang harmonis.
Asal Usul dan Sejarah Pulau Cocos (Keeling)
Pulau ini pertama kali ditemukan pada tahun 1609 oleh Kapten William Keeling dari Inggris. Nama “Cocos” sendiri diambil dari banyaknya pohon kelapa yang tumbuh subur di sana, sementara “Keeling” merupakan nama penemunya.
Dulu, pulau ini menjadi pusat perkebunan kelapa, di mana kopra dan minyak kelapa menjadi komoditas utama.
Pekerja dari Pulau Jawa di Indonesia memainkan peran besar dalam pembangunan awal masyarakat di sini. Hingga kini, pengaruh budaya Indonesia masih terasa kuat dalam kehidupan sehari-hari warga Pulau Cocos.
Papan Selamat Datang Di Home Island, Kepulauan Cocos/Net |
Dua Pulau, Satu Jiwa
Pulau Cocos terdiri dari 27 pulau kecil, namun hanya dua yang dihuni secara permanen: West Island dan Home Island.
Sementara pulau-pulau lainnya menjadi destinasi favorit wisatawan yang mencari ketenangan dan keindahan alam yang belum terjamah.
Penduduk di Bantam Village mayoritas adalah umat Muslim keturunan Melayu, yang masih menjaga tradisi seperti membatik, bermain wayang kulit, hingga menikmati lagu dan sinetron Indonesia sebagai hiburan sehari-hari. Tak heran jika pulau ini terasa seperti “Indonesia mini” di tengah wilayah Australia.
Populasi dan Gaya Hidup
Saat ini, Pulau Cocos dihuni oleh sekitar 593 jiwa, sebagian besar tinggal di Home Island. Mereka hidup dengan nilai-nilai kekeluargaan yang erat dan tetap menjaga warisan budaya yang diwariskan turun-temurun.
Aktivitas ekonomi utama tetap bertumpu pada perkebunan kelapa dan produksi kopra, dengan Dolar Australia sebagai mata uang resmi.
Budaya Indonesia di Ujung Australia
Meski secara administratif merupakan bagian dari Australia, identitas budaya Indonesia tetap membumi di Pulau Cocos.
Dari bahasa Melayu, kuliner khas, hingga seni tradisional seperti wayang dan batik, semuanya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Kehadiran komunitas keturunan Indonesia di Pulau Cocos menjadi bukti nyata bagaimana budaya bisa bertahan dan beradaptasi meski jauh dari tanah asal.
Pulau kecil ini adalah simbol hidup dari keberagaman, toleransi, dan kekayaan budaya yang luar biasa.
Pulau Cocos (Keeling) bukan hanya destinasi wisata tersembunyi, tapi juga penjaga warisan budaya Indonesia di tanah Australia. Sebuah pelajaran berharga bahwa identitas dan akar budaya bisa tetap hidup di mana pun berada.
Tertarik mengunjungi surga kecil ini? Pulau Cocos menanti untuk kamu jelajahi!
Editor : ADM