Foto: Net |
AchehNetwork.com – Pernahkah Anda membayangkan bahwa wilayah Gunung Muria, Kudus, hingga Pati dan Jepara dulunya bukan bagian dari daratan utama Pulau Jawa?
Ya, dulu ada sebuah selat yang memisahkan kawasan ini dari Jawa, dikenal dengan nama Selat Muria—jalur laut bersejarah yang kini hanya tersisa jejaknya.
Jejak Selat yang Hilang dari Peta
Selat Muria dulunya merupakan perairan penting yang memisahkan Pulau Muria—yang kini menjadi bagian dari daratan Jawa—dengan Pulau Jawa.
Letaknya berada di sebelah selatan Gunung Muria dan menjadi jalur penghubung strategis antara berbagai kota dagang seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana.
Tak hanya sebagai jalur transportasi, Selat Muria juga menjadi pusat perdagangan dan kekuasaan. Bahkan dalam catatan sejarah Tiongkok, Pulau Muria pernah disebut sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Kalingga saat dipimpin oleh Kartikeya Singha.
Bukti Fisik dan Sejarah yang Tersisa
Meskipun telah menghilang dari peta, jejak Selat Muria masih bisa ditemukan hingga kini. Beberapa bukti keberadaannya antara lain:
-
Fosil hewan laut di Situs Purbakala Patiayam, Kudus
-
Sungai Kalilondo yang mengalir dari Juwana ke Ketanjung
-
Sungai Silugunggo di Pati, yang dulunya bagian dari jalur Selat Muria
-
Penemuan reruntuhan kapal kuno dan meriam di wilayah tersebut
Bukti-bukti ini menjadi saksi bisu bahwa kawasan ini pernah menjadi perairan aktif dengan aktivitas ekonomi dan politik yang sangat penting.
Tenggelamnya Selat Muria: Sedimentasi yang Mengubah Sejarah
Selat Muria mulai menyempit sekitar tahun 1657, ketika sungai-sungai seperti Kali Serang, Sungai Lusi, dan Sungai Tuntang membawa material endapan dari pegunungan ke laut.
Sedimentasi ini berjalan cepat, bahkan disebut mencapai 30 meter per tahun.
Dari waktu ke waktu, proses sedimentasi membentuk daratan baru. Lama-kelamaan, perairan itu tertutup total dan Pulau Muria menyatu dengan Pulau Jawa secara permanen.
Mengapa Selat Muria Masih Relevan Hari Ini?
Menariknya, meskipun selat ini telah hilang ratusan tahun lalu, memori geografinya masih terasa hingga kini.
Saat musim hujan tiba, bekas jalur Selat Muria ini sering dilanda banjir bandang. Fenomena ini memunculkan spekulasi dan perdebatan netizen, terutama di media sosial, mengenai kemungkinan “kembalinya Selat Muria” akibat perubahan iklim dan penurunan tanah di wilayah pesisir utara Jawa.
Kesimpulan
Selat Muria bukan sekadar bagian dari masa lalu, melainkan potongan penting dari identitas geografis dan sejarah Jawa Tengah.
Meski kini hanya tersisa jejaknya, kisah tentang selat yang menghubungkan dua daratan ini tetap hidup dalam catatan sejarah dan memori kolektif masyarakat pesisir utara Jawa.
Dan siapa tahu, di masa depan, perubahan alam bisa saja kembali mengguratkan batas-batas lama yang pernah ada. Karena seperti kata pepatah, alam tak pernah benar-benar melupakan sejarahnya.***
Editor : ADM