Foto: Net |
AchehNetwork.com – Banjir bandang yang menerjang wilayah Demak, Pati, dan Kudus di Jawa Tengah bukan hanya meninggalkan dampak fisik dan sosial, tapi juga memunculkan kembali perdebatan lama: apakah Selat Muria benar-benar akan kembali setelah 300 tahun menghilang?
Isu ini mencuat setelah akun X (Twitter) @nuruzzaman2 alias Sam Elqudsy mengunggah perbandingan menarik antara peta banjir tahun 2024 dengan citra masa lalu Selat Muria.
Ia menyebut bahwa pola banjir di Demak menyerupai aliran Selat Muria pada abad ke-7 dan ke-16 Masehi, yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria.
Apa Itu Selat Muria?
Buat kamu yang belum tahu, Selat Muria adalah jalur laut kuno yang dulu memisahkan Gunung Muria dari daratan utama Pulau Jawa.
Sekitar 300 tahun lalu, selat ini hilang karena pendangkalan akibat sedimentasi alami, menjadikan Pulau Muria menyatu dengan Pulau Jawa.
5 Fakta Sejarah Selat Muria yang Mungkin Belum Kamu Tahu
1. Penghubung Pulau Jawa dan Pulau Muria
Dulunya, Selat Muria menjadi batas alami antara Pegunungan Kendeng dan Gunung Muria. Letaknya di selatan Gunung Muria, menjadikannya bagian penting dalam peta geografi kuno Jawa Tengah.
2. Jalur Perdagangan Laut Strategis
Pada masa kejayaan Kesultanan Demak, Selat Muria adalah salah satu jalur perdagangan laut tersibuk. Kapal-kapal dari Semarang hingga Maluku sering melintasi selat ini untuk berdagang rempah-rempah dan hasil bumi.
3. Pusat Galangan Kapal Jung Jawa
Tak banyak yang tahu, tapi di sekitar Selat Muria pernah berdiri galangan kapal yang memproduksi kapal-kapal besar seperti Jung Jawa. Kayu jati dari Pegunungan Kendeng menjadi bahan utamanya.
4. Menghilang Akibat Pendangkalan
Hilangnya Selat Muria bukan karena bencana, melainkan akibat proses sedimentasi dari sungai-sungai besar seperti Kali Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi. Endapan dari sungai ini membuat jalur air makin dangkal hingga tak lagi bisa dilayari.
5. Jejak Sejarah yang Masih Terlihat
Meski hilang, jejak Selat Muria masih bisa dilihat lewat sungai-sungai seperti Kalilondo dan Silugunggo, serta situs arkeologi kuno seperti Medang di Grobogan. Bahkan, fosil hewan laut di situs Patiayam, Kudus, memperkuat bukti bahwa kawasan ini dulunya berada di bawah laut.
Apa Kata Pakar?
Menurut Eko Soebowo, pakar geologi dari BRIN, fenomena penurunan tanah di Demak dan sekitarnya memang nyata dan bisa menjadi faktor perubahan bentang alam.
Namun, ia menegaskan bahwa kembalinya Selat Muria bukan disebabkan langsung oleh banjir, melainkan karena subsidence atau penurunan permukaan tanah akibat struktur geologi yang belum padat.
Apakah Selat Muria Benar-Benar Akan Kembali?
Meski terlihat menarik, sebagian besar ahli menyebut bahwa kembalinya Selat Muria secara utuh masih sangat kecil kemungkinannya.
Namun, pola banjir yang menyerupai peta kuno Selat Muria tetap memancing diskusi publik, terutama di media sosial.
Penutup
Selat Muria bukan hanya bagian dari geografi masa lalu, tapi juga saksi bisu kejayaan perdagangan maritim dan budaya bahari di Jawa Tengah.
Kini, meskipun hanya tersisa jejak dan cerita, namanya kembali mencuat karena bencana banjir yang menghantam kawasan sekitarnya.
Apakah ini pertanda bahwa alam sedang mengingatkan kita pada sejarahnya? Atau hanya kebetulan geologis belaka?
Yang jelas, kisah Selat Muria tetap menyimpan misteri yang menarik untuk ditelusuri.***
Editor : ADM