Sumber Foto: Antara/Republika |
AchehNetwork.com – Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, suara-suara warisan leluhur bangsa Indonesia semakin meredup.
Fakta memilukan pun mencuat: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan bahwa 11 bahasa daerah di Indonesia telah resmi dinyatakan punah.
Kepunahan ini bukan hanya berarti hilangnya kata-kata, tetapi juga menghilangkan identitas, sejarah, dan kekayaan budaya bangsa.
Penyebab Punahnya Bahasa Daerah di Indonesia
Menurut Hafidz Muksin, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, kepunahan bahasa daerah terjadi karena penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa tersebut kepada generasi muda.
Hal ini disampaikannya dalam rapat koordinasi revitalisasi bahasa daerah di Pulau Bangka pada Kamis malam, 7 Maret 2024, seperti dikutip dari Okedukasi.
“Kepunahan bahasa daerah ini karena para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa daerah ke anak cucunya,” ujar Hafidz Muksin.
Kondisi Bahasa Daerah Saat Ini
Situasi keberlangsungan bahasa daerah di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Dari 24 bahasa daerah yang masih bertahan, hanya sebagian kecil yang dianggap masih aman dengan jumlah penutur yang cukup banyak.
Sebaliknya, sebagian besar lainnya kini terancam punah karena hanya dipertuturkan oleh generasi tua, tanpa berhasil diteruskan kepada generasi muda.
Daftar 11 Bahasa Daerah Indonesia yang Telah Punah
Distribusi bahasa daerah yang punah kebanyakan terjadi di wilayah timur Indonesia. Berikut daftar 11 bahasa daerah yang telah punah:
-
Tandia – Papua Barat
-
Mawes – Papua
-
Kajeli – Maluku
-
Kayeli – Maluku
-
Piru – Maluku
-
Moksela – Maluku
-
Palumata – Maluku
-
Ternateno – Maluku Utara
-
Hukumina – Maluku
-
Hoti – Maluku
-
Nila – Maluku
Bahasa-bahasa ini telah menjadi korban derasnya globalisasi, di mana kemudahan akses informasi global mempercepat tergerusnya penggunaan bahasa lokal.
Tantangan Revitalisasi Bahasa Daerah
Walaupun kepunahan banyak terjadi di wilayah timur, bahasa daerah di wilayah barat Indonesia pun menghadapi ancaman serupa, meskipun jumlah kasusnya lebih sedikit.
Tingginya kepadatan penduduk di wilayah barat turut mempengaruhi dinamika penggunaan bahasa daerah di sana.
Menyelamatkan bahasa daerah menjadi tantangan besar bangsa Indonesia.
Revitalisasi harus dilakukan secara strategis, kolaboratif, dan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, akademisi, komunitas, hingga masyarakat luas.
Dengan usaha yang serius, suara-suara bahasa daerah yang kini hampir padam, diharapkan dapat kembali menggema dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia.***
Editor : ADM