AchehNetwork.com – Aceh, provinsi paling barat di Indonesia, memancarkan kekayaan budaya Islam yang begitu khas sehingga sering disebut sebagai ‘Serambi Mekkah’.
Namun, di balik kehidupan yang berlandaskan Islam, terdapat keindahan budaya dan tarian yang melibatkan syair-syair penuh makna dan nasihat.
Salah satu tarian yang memikat dari Aceh adalah ‘Likok Pulo’, yang berasal dari Pulo Aceh dan tumbuh subur di masyarakat kepulauan Aceh.
Tarian ini mengandung unsur-unsur ajaran Islam, memperkaya kehidupan budaya masyarakat setempat.
Likok Pulo dipercaya sebagai warisan dari seorang ulama Arab bernama Syeikh Ahmad Badron, yang dulu terdampar di Pulo Aceh.
Syeikh Ahmad Badron menggabungkan ajaran Islam dengan minat dan kebudayaan masyarakat setempat.
Pada masa itu, masyarakat Aceh sangat suka memainkan Rapai, dan Syeikh Ahmad Badron dengan bijaksana memanfaatkan minat tersebut untuk menyebarkan dakwah.
Nama “Likok” dalam tarian ini merujuk pada gerakan bergoyang dalam posisi duduk yang banyak digunakan dalam tarian Rapai.
Sehingga, tarian tersebut dinamakan ‘Likok Pulo’ sebagai bentuk adaptasi.
Tarian Likok Pulo sering dihadirkan pada acara-acara penting di Aceh, seperti upacara pernikahan, penyambutan tamu, resepsi kenegaraan, dan lainnya.
Gerakan dalam tarian ini memiliki makna tersendiri, dimulai dari Saleum, Malaleho, Alif, Ham meupateh haba angen, Syeh Ahmad Badron, Heu Allah, Seulaweuet, Boh likok, Narit peuingat, Takoh bak jôk, Tutui, dan diakhiri dengan Saleuem peunutôp (Salam Penutup).
Lebih dari sekadar pertunjukan seni, Tari Likok Pulo menyimpan makna mendalam sebagai simbol keagamaan, gotong royong, kebersamaan, dan kesadaran hidup bermasyarakat.
Keindahan dan makna dalam tarian ini seharusnya menjadi bagian dari budaya yang terus berkembang dan diperkenalkan kepada generasi-generasi mendatang.(*)
SHARE :
