Sultan Iskandar Muda: Penguasa Agung Aceh yang Romantis dan Pemimpin Berkepala Dingin - Acheh Network

Sultan Iskandar Muda: Penguasa Agung Aceh yang Romantis dan Pemimpin Berkepala Dingin

Kamis, 21 Desember 2023 - 11:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sultan Iskandar Muda
Ilustrasi lukisan Sultan Iskandar Muda dan Pengawal dalam arak-arakan




AchehNetwork.com – Aceh, sebuah warisan dari Kerajaan Melayu Pasai yang berdiri kokoh di utara Pulau Sumatera, memiliki peran penting dalam sejarah kepemimpinan dan perjuangan melawan penjajah.
Saat Kesultanan Melayu Melaka dan Pasai tumbang di bawah kekuasaan Portugis, Kesultanan Aceh di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Shah berhasil menghalangi kemajuan Portugis di utara Sumatera.
Pada tahun 1521 Masehi, Sultan Ali Mughayat Shah bahkan berhasil mengalahkan Portugis dalam pertempuran sebelum memperluas kekuasaan Aceh ke wilayah-wilayah utara Sumatera seperti Pasai, Pedir, Daya, dan Deli.
Tidak hanya itu, di bawah kepemimpinannya, Aceh juga beberapa kali menyerang Portugis dan hampir berhasil menaklukkan kota A’Famosa pada tahun 1574 Masehi.
Namun, setelah masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Shah, kekuasaan Aceh mengalami kemerosotan akibat konflik internal dan persaingan untuk tahta.
Hingga muncul sosok penguasa besar, Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, yang memimpin Aceh dari tahun 1607 Masehi hingga 1636 Masehi.
Seperti banyak penakluk lain di dunia, Sultan Iskandar Muda menyadari bahwa untuk menaklukkan kerajaan lain, ia harus menyatukan rakyat dan pembesar di dalam kerajaannya.
Sebagai contoh, Genghis Khan dari Mongol tidak akan mampu membangun kekaisaran daratan terbesar dalam sejarah tanpa menyatukan suku-suku Mongol yang sering berselisih.
Sultan Iskandar Muda pun mengikuti prinsip yang sama, berhasil menyatukan minimal 73 hulubalang yang sering kali berselisih dan berperang antara satu sama lain untuk merebut wilayah pemakanan dan pemukiman.
Keberhasilan penaklukan Sultan Iskandar Muda dapat dilihat dari beberapa faktor, termasuk penguasaan ekonomi atas Alam Melayu.
Misalnya, perdagangan lada hitam menjadi salah satu sumber utama kekayaan Kesultanan Aceh.
Oleh karena itu, Sultan Iskandar Muda menaklukkan beberapa negeri Melayu seperti Kedah pada tahun 1619 Masehi, Johor pada tahun 1613 dan 1615 Masehi, Pahang pada tahun 1618 Masehi, serta negeri-negeri Melayu di Sumatera seperti Aru dan Deli.
Sultan Iskandar Muda juga menaklukkan Perak pada tahun 1620 Masehi untuk menguasai perdagangan bijih timah.
Kekuatan militer Sultan Iskandar Muda diyakini karena kekuatan angkatan lautnya.
Setiap kapal Aceh dikendalikan oleh 600-800 orang, dengan pasukan berkuda Aceh menggunakan kuda Parsi, serta pasukan bergajah.
Kekuatan ini membuat Aceh sulit untuk ditaklukkan, dan Johor sebagai musuh utamanya terpaksa bersekutu dengan beberapa wilayah lain seperti Pahang, Palembang, Jambi, Inderagiri, Kampar, dan Siak.
Seperti para raja Aceh sebelumnya, Sultan Iskandar Muda terus melanjutkan tradisi menyerang Portugis dan berusaha menaklukkan Melaka dari penjajah tersebut.
Pada tahun 1629 Masehi, Sultan Iskandar memimpin serangan dengan 236 kapal dan 20,000 tentara, meskipun akhirnya serangannya tidak berhasil.
Luasnya kekaisaran Sultan Iskandar Muda tercermin dalam suratnya kepada Ratu Elizabeth dari Inggris, yang menyatakan kekuasaannya atas wilayah dari matahari terbit hingga matahari terbenam.
Namun, yang paling terkenal dari Sultan Iskandar Muda adalah kisah cintanya dengan seorang puteri Pahang.
Kisah ini mirip dengan kisah puteri Amythis dan raja Babylon Nebuchadnezzar II yang membangun taman tergantung hanya karena puteri itu merindukan tanah airnya yang berbeda dengan pasir Mesopotamia.
Sultan Iskandar Muda membangun Gunongan, sebuah bukit kecil sebagai hadiah cinta kepada isterinya yang merindukan keindahan pegunungan Titiwangsa.
Sultan Iskandar Muda tidak hanya penakluk dan suami yang romantis, tetapi juga pemerintah yang disegani dan dihormati.
Ia memegang teguh nilai-nilai Islam dalam pemerintahannya, memastikan setiap kampung di Kesultanan Aceh memiliki masjid dan surau dengan madrasah. 
Ulama yang dihormati diajak untuk mengajar di setiap madrasah, dan beberapa kampung diorganisir menjadi mukim yang dipimpin oleh hulubalang kecil.
Gabungan mukim-mukim ini membentuk Sagi, yang dipimpin oleh Hulubalang Besar.
Sultan Iskandar Muda juga didukung oleh sejumlah pejabat, termasuk Wazir Sultan, Perdana Menteri, Kadi Malikul Adil, serta empat mufti.
Ulama terkemuka seperti Shamsudin As-Samatrani, Hamzah Fansuri, Syeikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf Sinkel menjadi penasihatnya dan berkontribusi pada perkembangan Islam dalam Tamadun Melayu.
Balai Laksamana mengawasi angkatan laut dan darat, sedangkan Menteri Dirham mengelola Baitulmal dan keuangan Kesultanan Aceh.
Pada masa pemerintahannya, terdapat tiga lembaga yang bertanggung jawab menjalankan kebijakan negara: Balairung dengan empat hulubalang terbesar untuk urusan pertahanan, Balai Gading dengan dua ulama besar untuk urusan agama, dan Balai Majlis Mahkamah Rakyat yang terdiri dari perwakilan masyarakat di seluruh wilayah Aceh untuk menangani masalah rakyat.
Sultan Iskandar Muda juga berusaha menghapus adat-adat zalim yang diwarisi dari zaman Hindu-Buddha, yang bertentangan dengan syariah Islam. 
Sebagai contoh, uji kebenaran dengan mencelupkan tangan ke dalam minyak panas dan menjilat besi panas diadili sebagai praktik yang tidak sesuai dengan Islam.
Keberanian Sultan Iskandar Muda dalam mempertahankan Islam terlihat saat ia menghukum mati anak sulungnya karena berzina dengan seorang wanita yang sudah menikah.
Hal ini menunjukkan keteguhan Sultan Iskandar Muda dalam menjalankan keadilan, bahkan jika itu melibatkan pewaris takhta, yang kemudian diambil alih oleh anak angkatnya, Sultan Iskandar Thani Alauddin Mughayat Shah Johan Berdaulat.
Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Johan Berdaulat akhirnya wafat pada tahun 1636 Masehi, meninggalkan jejak kepemimpinan yang mengagumkan dalam sejarah Aceh.
Sebelum mangkat, ia menamakan menantunya, Raja Mughal, sebagai pengganti di atas takhta kerajaan.
Sultan Iskandar Thani Alauddin Mughayat Shah Johan Berdaulat kemudian melanjutkan perjalanan kepemimpinan Aceh, mewarisi warisan besar yang ditinggalkan oleh Sultan Iskandar Muda.(*)
Baca Juga :  Segera Terbentuk 20 Calon Kabupaten dan Kota Otonom Baru di Pulau Sumatera, dari Aceh hingga Lampung

Artikel Terkait

Transformasi Suriah: Perubahan Pemerintahan dan Bendera Nasional di Tahun 2024
Menyingkap Kisah Minoritas Syiah Sekte Alawi di Suriah: Dari Kejayaan hingga Perjuangan di Tengah Konflik
Menguak 3 Alasan Jepang Menjajah Indonesia: Kepentingan Perang hingga Ekonomi
Daftar 10 Kota dengan UMP Tertinggi di Indonesia pada 2025: Jakarta Tetap di Puncak!
Suriah: Menyingkap Kekayaan Sejarah di Tanah Peradaban Dunia
Tragedi Kematian Meurah Pupok: Pengkhianatan, Konspirasi, dan Penyesalan Sultan Iskandar Muda
Concorde: Ikon Pesawat Supersonik yang Mengubah Sejarah Penerbangan Dunia yang Telah Pensiun
20 Tahun Berlalu Gempa dan Tsunami Dahsyat 26 Desember 2004 di Aceh dan Dunia

           
Konten berikut adalah iklan platform MGID, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut
Konten berikut adalah iklan platform Recreativ, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut

Artikel Terkait

Rabu, 8 Januari 2025 - 17:29 WIB

Transformasi Suriah: Perubahan Pemerintahan dan Bendera Nasional di Tahun 2024

Minggu, 5 Januari 2025 - 22:54 WIB

Menyingkap Kisah Minoritas Syiah Sekte Alawi di Suriah: Dari Kejayaan hingga Perjuangan di Tengah Konflik

Kamis, 2 Januari 2025 - 01:01 WIB

Menguak 3 Alasan Jepang Menjajah Indonesia: Kepentingan Perang hingga Ekonomi

Jumat, 27 Desember 2024 - 18:42 WIB

Daftar 10 Kota dengan UMP Tertinggi di Indonesia pada 2025: Jakarta Tetap di Puncak!

Jumat, 27 Desember 2024 - 16:49 WIB

Suriah: Menyingkap Kekayaan Sejarah di Tanah Peradaban Dunia

Minggu, 22 Desember 2024 - 20:55 WIB

Tragedi Kematian Meurah Pupok: Pengkhianatan, Konspirasi, dan Penyesalan Sultan Iskandar Muda

Sabtu, 21 Desember 2024 - 22:20 WIB

Concorde: Ikon Pesawat Supersonik yang Mengubah Sejarah Penerbangan Dunia yang Telah Pensiun

Sabtu, 21 Desember 2024 - 17:13 WIB

20 Tahun Berlalu Gempa dan Tsunami Dahsyat 26 Desember 2004 di Aceh dan Dunia

Berita Terkini