![]() |
Tari Dampeng Suku Singkil (Foto: Kebudayaan.kemdikbud) |
AchehNetwork.com – Suku Singkil, sebuah komunitas masyarakat yang bersemayam di kabupaten Aceh Singkil, merangkum keberagaman kultur di wilayah utara Provinsi Aceh.
Terutama berdomisili di kota Subussalam dan kecamatan Singkil, Simpang Kiri, Simpang Kanan, serta pulau Banyak, Suku Singkil hidup berdampingan harmonis dengan suku Gayo dan suku Alas.
Asal muasal nama “Singkil” sendiri menyimpan makna mendalam, berasal dari kata “sekel” yang berarti “mau.”
Masyarakat Suku Singkil fisiknya mirip dengan suku Gayo dan Alas, namun tradisi dan budayanya berbeda dengan mayoritas suku Aceh di provinsi tersebut.
Bahasa Singkil, bahasa keseharian yang unik bagi Suku Singkil, merupakan bagian dari kelompok keluarga bahasa Batak, khususnya dalam rumpun bahasa Batak Utara.
Meskipun mirip dengan bahasa Pakpak di Sumatra Utara, bahasa Singkil memiliki kosakata yang khas dan unik.
Suku Singkil menjalani kehidupan bersama etnis tetangga seperti Gayo dan Alas, serta bersatu dengan etnis pendatang seperti Mandailing, Nias, Aceh, Melayu, dan Minang.
Meski mengalami percampuran budaya, Suku Singkil tetap mempertahankan identitas dan kebudayaan mereka.
Dalam tatanan masyarakat patrilineal, tradisi marga masih dijaga, meskipun tidak sekuat pada etnis Batak lainnya.
Meski demikian, identitas marga tetap diletakkan di belakang nama untuk membedakan mereka dari etnis lain.
Rumah adat Suku Singkil berada di dataran tinggi provinsi Aceh.
Awalnya mengisolasi diri, Suku Singkil akhirnya meresapi budaya Melayu dan Aceh dengan masuknya ajaran Islam.
Seni dan budaya Suku Singkil memukau, dengan tarian-tarian seperti Tari Ala, Kesenian Dampeng, Tari Barat, Tari Sri Ndayang, Tari Piring, Tari Biahat (Tari Harimau), Tari Payung, dan Tari Lelambe.
Sistem hukum adat Suku Singkil mengenal tiga tingkatan denda, disesuaikan dengan tingkat kesalahan yang dilakukan, mulai dari raja, pengulu/kepala desa, hingga warga biasa.
Adat perkawinan Suku Singkil mewajibkan pihak laki-laki untuk memenuhi berbagai persyaratan, termasuk memberikan beras, kambing, uang hangus, dan obon (nasi kendang).
Makanan tradisional Suku Singkil juga menjadi daya tarik tersendiri, seperti Nditak, Pelita Talam, Ndabalakh, Buah Belaka, Nakan Nggeskhsing (nasi kuning), Seme Malum, Cemanis (puluh bekuah), Manuk Labakh, dan Cenecah.
Dalam kehidupan sehari-hari, Suku Singkil menggeluti bidang pertanian, buruh perkebunan kelapa sawit, serta pembuatan balok kayu yang diekspor ke luar negeri atau Jakarta.
Dengan keunikan budayanya, Suku Singkil membuktikan bahwa keberagaman adalah harta yang patut dilestarikan.(*)