Potret Waki Wahab (@KLTV Asrisp) |
Acheh Network – Sejarah kelam Kesultanan Aceh menyisakan kenangan pahit tentang pengkhianatan dari kalangan sendiri yang turut berperan dalam akhir tragis dari salah satu kerajaan paling kuat di Nusantara ini.
Salah satu tokoh pengkhianat terkemuka yang mencoreng sejarah Aceh adalah seorang bernama Waki Wahab.
Waki Wahab, asal Aceh, memainkan peran penting dalam mengkhianati kesetiannya kepada tanah airnya.
Ia menjadi agen intelijen untuk Belanda dan sekaligus penunjuk jalan yang sangat berharga bagi penjajah.
Dikenal sebagai seorang yang mahir dalam berpura-pura dan memiliki pengetahuan luas tentang geografi Aceh, Waki Wahab dipercaya untuk menjalankan misi berbahaya.
Ketika pemerintah kolonial Belanda memulai misi untuk menangkap para pejabat dan keluarga Kerajaan Aceh yang saat itu tengah dalam pelarian, Waki Wahab dipercayakan untuk memata-matai keberadaan mereka, termasuk Sultan Aceh.
Hasil kerjanya yang cermat memberikan informasi berharga kepada Belanda, termasuk tempat persembunyian Teungku Putroe Geulumpang Payong, salah satu istri Sultan Aceh.
Istri Sultan Aceh yang sangat dicintai ini kemudian ditangkap oleh pasukan Belanda pada tanggal 26 November 1902, di bawah pimpinan Letnan Christoffel.
Sebulan kemudian, pada tanggal 26 Desember 1902, pasukan Belanda di bawah komando Kapten van der Maateen berhasil menangkap istri Sultan Aceh lainnya, Pocut Cot Murong, beserta satu-satunya anak Sultan, Tuanku Ibrahim yang masih balita, di Lam Meulo.
Metode penangkapan dan penyanderaan keluarga Sultan Aceh, yang dikenal dengan sebutan “Metode Christoffel,” dijalankan sesuai anjuran C. Snouck Hurgronye, seorang pejabat kolonial Belanda yang ingin segera mengakhiri perang Aceh.
Keberhasilan menangkap istri dan anak Sultan Aceh membuat Gubernur Jenderal dan Militer Belanda di Aceh, Jenderal Van Heutsz, mengeluarkan ultimatum kepada Sultan Aceh.
Ultimatum tersebut memberi Sultan satu bulan untuk menyerah, jika tidak, istri dan puteranya akan diasingkan dari Aceh.
Ultimatum ini membuat Sultan Aceh, yang tengah bersembunyi, gentar. Pada tanggal 10 Januari 1903, Sultan akhirnya menyerahkan diri di Sigli.
Setelahnya, Panglima Polem juga menyerah kepada Belanda berkat informasi dari Waki Wahab.
Dengan penyerahan Sultan Aceh dan Panglima Polem, kemudian diikuti oleh penyerahan para buronan lainnya dari pihak Kesultanan.
Ini adalah akhir tragis bagi Kesultanan Aceh yang pernah begitu kuat.
Waki Wahab, sang pengkhianat, diberi hadiah kekayaan oleh Belanda sebagai imbalan atas jasanya yang sangat berharga.
Ia hidup dalam kemewahan, meskipun harganya adalah pengkhianatan terhadap negaranya sendiri.
Foto Waki Wahab seperti yang terdapat dalam arsip kolonial Belanda menunjukkan saat-saat dia menghadap Belanda, memegang sekarung uang, sementara rencong, senjata tradisional Aceh, terselip di pinggangnya.
Pengkhianatan Waki Wahab adalah salah satu kisah kelam dalam sejarah Aceh yang mengingatkan kita akan kompleksitas dan tragedi di balik perjuangan bangsa.(*)