Tragedi Mangkuk Merah 1967: Peristiwa Kelam Pembantaian etnis Tionghoa Dalam Jejak Sejarah Indonesia - Acheh Network

Tragedi Mangkuk Merah 1967: Peristiwa Kelam Pembantaian etnis Tionghoa Dalam Jejak Sejarah Indonesia

Jumat, 25 Agustus 2023 - 15:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peristiwa Mangkuk Merah 1967, Tragedi kemanusiaan, Pembunuhan dan pengusiran etnis Tionghoa
(Ist)

Acheh Network – Kalimantan Barat pada akhir tahun 1967 diselimuti oleh tragedi kelam yang dikenal sebagai Peristiwa Mangkuk Merah.

Peristiwa ini merupakan salah satu babak hitam dalam kisah panjang Indonesia, di mana ribuan warga etnis Tionghoa menjadi korban pembunuhan dan pengusiran. 

Mengambil tempat di pedalaman Kalimantan Barat, serangan yang dilakukan oleh ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) bersama suku Dayak terhadap permukiman warga Tionghoa menorehkan luka yang mendalam dalam sejarah bangsa.

Istilah “Mangkuk Merah” merujuk pada ritual dan adat suku Dayak yang digunakan sebagai alat untuk mengkonsolidasikan dan memobilisasi pasukan lintas subsuku.

Simbolisme yang terkandung di dalam istilah ini merujuk pada dimulainya tindakan perang.

Antara Kekerasan dan Polarisasi Politik

Peristiwa Mangkuk Merah 1967 terjadi sebagai bagian dari upaya penumpasan gerakan sayap kiri komunis setelah meletusnya G30S/PKI.

Sejumlah tokoh Dayak dan ABRI bersatu untuk mengejar para pelaku separatis yang terlibat dalam Gerakan Sayap Kiri Komunis, termasuk warga Tionghoa yang diduga mendukung mereka.

Baca Juga :  Rahasia Misterius di Balik Gunung Padang, Permata Megalitikum Jawa Barat yang Lebih Tua dari Piramida Mesir

Akibatnya, ribuan nyawa melayang sia-sia, dengan setidaknya 3.000 kematian tercatat di pedalaman dan 4.000-5.000 kematian di kota-kota seperti Pontianak dan Singkawang akibat kelaparan.

Namun, untuk benar-benar memahami latar belakang tragedi ini, kita perlu melihat ke masa sebelumnya.

Selama konfrontasi Indonesia-Malaysia, pemerintah Indonesia melancarkan penolakan terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang didukung oleh Inggris.

Warga Tionghoa di Kalimantan Utara memiliki pandangan yang sama, karena khawatir terjadi dominasi warga Melayu terhadap rakyat Kalimantan Utara, termasuk warga Tionghoa.

Konfrontasi dan Dampaknya pada Warga Tionghoa

Warga Tionghoa di Kalimantan Utara, yang menentang pembentukan Federasi Malaysia, secara tak langsung terlibat dalam konfrontasi ini.

Mereka dipersiapkan untuk mendukung konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris.

Namun, pasca G30S/PKI, pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto mengambil langkah tegas untuk menumpas semua kekuatan politik kiri, termasuk PGRS/Paraku yang didominasi oleh etnis Tionghoa.

Sebagai akibat dari peristiwa ini, banyak warga Tionghoa yang terlibat dalam pasukan PGRS/Paraku menjadi sasaran tindakan penumpasan.

Tragedi Mangkuk Merah 1967 tidak hanya menorehkan luka dalam sejarah Indonesia, tetapi juga memberikan gambaran akan dampak politik, sosial, dan kemanusiaan dari polarisasi dan perubahan kebijakan pemerintah.

Baca Juga :  5 Fakta Tentang Pengungsi Rohingya: Kisah Pahit Pengungsi Rohingya di Aceh, Dari Penolakan Hingga Harapan

Menyimpan Pelajaran Berharga

Peristiwa Mangkuk Merah 1967 adalah pengingat yang pedih akan potensi kekerasan dan dampak negatif dari polarisasi politik.

Ini juga mencerminkan bagaimana sejarah dan nasib etnis Tionghoa di Indonesia dapat terjalin dengan peristiwa-peristiwa penting dalam dinamika politik dan sosial.

Dalam memandang kembali tragedi ini, kita harus belajar dari kesalahan masa lalu dan berusaha untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, di mana perbedaan budaya dan etnis dihormati dan diapresiasi.

Dengan memahami dan menghormati sejarah yang rumit ini, kita dapat terus bergerak maju sebagai bangsa yang berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan perdamaian.

Tragedi Mangkuk Merah 1967 harus menjadi pelajaran berharga yang mengingatkan kita untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu dan untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh warga Indonesia, tanpa memandang latar belakang etnis atau politik.(*)

Artikel Terkait

Transformasi Suriah: Perubahan Pemerintahan dan Bendera Nasional di Tahun 2024
Menyingkap Kisah Minoritas Syiah Sekte Alawi di Suriah: Dari Kejayaan hingga Perjuangan di Tengah Konflik
Menguak 3 Alasan Jepang Menjajah Indonesia: Kepentingan Perang hingga Ekonomi
Daftar 10 Kota dengan UMP Tertinggi di Indonesia pada 2025: Jakarta Tetap di Puncak!
Suriah: Menyingkap Kekayaan Sejarah di Tanah Peradaban Dunia
Tragedi Kematian Meurah Pupok: Pengkhianatan, Konspirasi, dan Penyesalan Sultan Iskandar Muda
Concorde: Ikon Pesawat Supersonik yang Mengubah Sejarah Penerbangan Dunia yang Telah Pensiun
20 Tahun Berlalu Gempa dan Tsunami Dahsyat 26 Desember 2004 di Aceh dan Dunia

           
Konten berikut adalah iklan platform MGID, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut
Konten berikut adalah iklan platform Recreativ, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut

Artikel Terkait

Rabu, 8 Januari 2025 - 17:29 WIB

Transformasi Suriah: Perubahan Pemerintahan dan Bendera Nasional di Tahun 2024

Minggu, 5 Januari 2025 - 22:54 WIB

Menyingkap Kisah Minoritas Syiah Sekte Alawi di Suriah: Dari Kejayaan hingga Perjuangan di Tengah Konflik

Kamis, 2 Januari 2025 - 01:01 WIB

Menguak 3 Alasan Jepang Menjajah Indonesia: Kepentingan Perang hingga Ekonomi

Jumat, 27 Desember 2024 - 18:42 WIB

Daftar 10 Kota dengan UMP Tertinggi di Indonesia pada 2025: Jakarta Tetap di Puncak!

Jumat, 27 Desember 2024 - 16:49 WIB

Suriah: Menyingkap Kekayaan Sejarah di Tanah Peradaban Dunia

Minggu, 22 Desember 2024 - 20:55 WIB

Tragedi Kematian Meurah Pupok: Pengkhianatan, Konspirasi, dan Penyesalan Sultan Iskandar Muda

Sabtu, 21 Desember 2024 - 22:20 WIB

Concorde: Ikon Pesawat Supersonik yang Mengubah Sejarah Penerbangan Dunia yang Telah Pensiun

Sabtu, 21 Desember 2024 - 17:13 WIB

20 Tahun Berlalu Gempa dan Tsunami Dahsyat 26 Desember 2004 di Aceh dan Dunia

Berita Terkini