Gambar Ilustrasi (Net) |
Aceh Timur – Reje atau Keuchik Kampung Lokop, Aceh Timur, Zainuddin, dengan bangga membagikan kisah berharga tentang salah satu pahlawan lokal, Inen Mayak Teri.
Ia mengungkapkan bahwa Inen Mayak Teri berasal dari Kampung Sembuang, Lokop Serbejadi, dan bahwa keluarga besar Inen Mayak Teri masih berada di wilayah tersebut.
“Dari Lokop, perjalanan ke Sembuang hanya memakan waktu sekitar 45 menit. Sangat dekat,” kata Zainuddin.
Zainuddin juga menjelaskan bahwa benda-benda peninggalan Inen Mayak Teri masih tersimpan dengan baik oleh keluarganya, termasuk kain, rantai kalung, dan barang berharga lainnya.
Namun, ia mengakui bahwa lokasi pemakaman Inen Mayak Teri tidak diketahui dengan pasti.
“Ia ikut bergerilya di hutan bersama pasukan muslimin. Saya tidak mengetahui persis di mana ia dikuburkan. Namun, keluarganya ada di Sembuang,” kata Zainuddin.
Inen Mayak Teri dikenal sebagai seorang perempuan Gayo yang memperjuangkan balas dendam atas kematian suaminya yang dianiaya dan dibunuh secara brutal oleh pasukan marsose Belanda pada tahun 1916 di Lokop Serbejadi. Saat ini, wilayah tersebut termasuk dalam Aceh Timur.
Kisah heroik Inen Mayak Teri terekam dalam buku “Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda” yang ditulis oleh MH Gayo dan diterbitkan oleh PN Balai Pustaka pada tahun 1982.
Buku ini diperkenalkan oleh Mr Teuku Mohammad Hasan, seorang tokoh Aceh yang terlibat dalam persiapan kemerdekaan RI dan penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.
Nama Inen Mayak Teri diabadikan sebagai nama taman di Takengon yang terletak di dekat Pendopo Bupati Aceh Tengah.
Inen Mayak Teri, Pejuang Gayo yang Berani Melawan Penjajah Belanda
Sebagaimana telah dilaporkan oleh Serambinews.com sebelumnya, Inen Mayak Teri adalah seorang pejuang perempuan Gayo yang berasal dari Lokop Serbejadi, yang kini masuk dalam wilayah Aceh Timur.
Nama Inen Mayak Teri diabadikan sebagai nama taman di samping Pendopo Bupati Aceh Tengah, di Jalan Lebe Kader, Takengon.
Kisah tentang Inen Mayak Teri terungkap melalui tulisan MH Gayo dalam buku “Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda,” yang diterbitkan oleh PN Balai Pustaka pada tahun 1982.
Buku ini diperkenalkan oleh tokoh nasional Aceh, Mr Teuku Mohammad Hasan.
Dalam kata-kata MH Gayo, “Jika di pesisir Aceh kita mengenal pahlawan perempuan Cut Nyak Dien, janda pahlawan Teuku Umar yang memimpin perang gerilya setelah suaminya meninggal, maka di Tanah Gayo terdapat seorang pejuang perempuan bernama Inen Mayak Teri.”
Kisah Inen Mayak Teri diuraikan di halaman 231 buku tersebut.
Inen Mayak Teri adalah seorang pengantin baru.
Menurut tradisi Gayo, perempuan yang baru menikah dikenal sebagai Inen Mayak, sementara suaminya disebut Aman Mayak.
Pada tahun 1916, pasangan pengantin ini dalam perjalanan menuju Kampung Lokop Serbejadi.
Pada saat itu, Belanda telah menguasai daerah tersebut dan mendirikan pos militer di Lokop.
Ketika pasangan pengantin baru ini berpapasan dengan pasukan patroli Belanda, suami Inen Mayak Teri tiba-tiba ditahan dan dianiaya secara brutal oleh pasukan Belanda.
Ia disiksa, ditendang, diinjak-injak, dan dipukul dengan keras.
Setelah penyiksaan yang mengerikan, suami Inen Mayak Teri ditembak mati di depan matanya.
Darah suaminya mengalir di seluruh tubuhnya.
Inen Mayak Teri menyaksikan tragedi kejam ini sambil menjerit dan marah.
Meski dengan mata merah dan suara melengking, ia menuntut keadilan atas perbuatan kejam pasukan Belanda tersebut.
Namun, serdadu marsose yang kejam itu sama sekali tidak peduli dengan tangisannya.
Seperti yang ditulis oleh MH Gayo, peristiwa ini membangkitkan kemarahan mendalam dalam diri Inen Mayak Teri.
Rasa dendam membakar hatinya. Kematian suaminya yang tragis di hadapannya memicu semangat untuk membalas dendam.
Inen Mayak Teri tahu bahwa pos militer Belanda berada di Lokop, tidak jauh dari kampungnya.
Dengan tekad yang bulat, Inen Mayak Teri memutuskan untuk bergabung dalam perjuangan gerilya bersama pasukan Muslimin yang melawan Belanda.
Ia bergabung dengan kaum pejuang Gayo yang membela kemerdekaan.
Untuk mempersiapkan diri, Inen Mayak Teri mengumpulkan kekuatan batinnya, berdoa kepada Allah, dan mengasah keterampilannya.
Ia belajar tentang taktik gerilya dan kecepatan bergerak untuk melancarkan serangan mendadak.
Pasukan Inen Mayak Teri terdiri dari laki-laki dan perempuan yang ia latih dengan keras.
Pada tahun 1916, ketika persiapan dianggap cukup matang, Inen Mayak Teri dan pasukannya melancarkan serangan mendadak pada pos militer Belanda di Lokop pada malam hari.
Dengan kecepatan kilat, pasukan Inen Mayak Teri berhasil menyerang pos militer dengan memanjat kawat berduri.
Mereka berhasil menembus pertahanan dan menghancurkan pos militer tersebut. Banyak serdadu Belanda yang tertidur lelap tewas akibat serangan mendadak ini.
Setelah serangan tersebut, pasukan Inen Mayak Teri segera menghilang di dalam hutan.
Serdadu Belanda yang terkejut tidak mengetahui siapa penyerang mereka.
Serangan heroik Inen Mayak Teri ini menggemparkan wilayah Lokop dan membuat komando militer Belanda di Kutaraja tercengang.
Meskipun Belanda mencoba mengejar, pasukan Inen Mayak Teri berhasil menghindar dan melanjutkan perjuangan mereka di tengah hutan.
Namun, takdir selanjutnya dari Inen Mayak Teri dan pasukannya tetap menjadi misteri, karena gerakan mereka berlangsung dalam perang gerilya yang tertutup rapat.(*)
Sumber: Serambinews.com
Dapatkan update berita dan artikel menarik lainnya dari Acheh Network di Google News