ACHEHNETWORK.COM – Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menuai gelombang penolakan dari masyarakat.
Aksi protes, termasuk petisi yang telah ditandatangani hampir 200 ribu orang, menunjukkan tingginya kekhawatiran terhadap dampak kebijakan ini.
Kenaikan tarif tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Meski tujuannya untuk meningkatkan penerimaan negara, banyak pihak menilai kebijakan ini kurang tepat di tengah situasi ekonomi yang masih rapuh.
Opsi Penyesuaian Tarif
Mhd Zakiul Fikri, Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios), menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut.
Menurut Zakiul, ada ruang untuk menyesuaikan tarif menjadi lebih rendah, mengingat Pasal 7 ayat 3 UU HPP memungkinkan tarif PPN berada dalam rentang 5% hingga 15%.
Namun, Zakiul menilai aturan ini belum memiliki tolok ukur yang jelas, sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan.
Untuk melakukan perubahan, pemerintah harus berkonsultasi dengan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 4. Sayangnya, dengan waktu pelaksanaan yang semakin dekat, revisi melalui jalur legislatif dianggap sulit diwujudkan.
Solusi Cepat: Perppu
Zakiul mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kenaikan tarif ini.
Langkah ini dinilai realistis, mengingat preseden penerbitan Perppu di masa lalu, seperti Perppu No. 1 Tahun 2017 yang digunakan untuk mendukung program tax amnesty.
“Presiden dapat menggunakan Perppu untuk melindungi masyarakat kecil dari dampak berat kebijakan ini,” ujar Zakiul, seraya menekankan pentingnya keberpihakan pada rakyat menengah bawah.
Alasan Penting Pembatalan Kenaikan PPN
Halaman Selanjutnya…
Halaman : 1 2 Selanjutnya