ACHEHNETWORK.COM – Sebuah seminar bertajuk “Peluang dan Hambatan Pertumbuhan Ekonomi Aceh 2024” digelar di Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh pada Rabu, 15 Oktober 2024.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai dinamika ekonomi di Aceh, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, pengusaha, dan pemerintah daerah.
Seminar ini dibuka oleh Ketua Prodi Manajemen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh, Julian Chandra.
Dalam sambutannya, Julian menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi oleh Aceh.
Ia juga menyebutkan bahwa Aceh memiliki potensi besar di sektor pertanian, pariwisata, dan perikanan yang harus dimanfaatkan secara maksimal.
Beberapa narasumber yang berpartisipasi dalam acara ini antara lain Machfud Azhari, S.E., M.S.M., seorang akademisi muda dari Bireuen, dan Mahdawi, S.E., M.M., seorang akademisi sekaligus praktisi.
Kedua pemateri ini memberikan presentasi mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Aceh. Salah satu peluang yang dibahas adalah pengembangan teknologi pertanian serta peningkatan infrastruktur yang dapat mendorong investasi.
Tahun 2024 menjadi tahun penting bagi Aceh, dengan fokus pada Pilkada yang akan melahirkan kepemimpinan baru untuk melanjutkan pembangunan daerah.
Banyak variabel yang menjadi peluang sekaligus hambatan bagi kemajuan Aceh.
Salah satu indikator yang disoroti adalah Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang diterima Aceh dari pemerintah pusat sejak 2007 hingga 2027, dengan estimasi total dana mencapai Rp100 triliun.
Dana ini diharapkan dapat menjadi penopang pembangunan dan kesejahteraan melalui peningkatan layanan kesehatan dan infrastruktur.
Namun, meski mendapat dana Otsus, Aceh saat ini tercatat sebagai daerah termiskin di Sumatra dan berada di peringkat keenam nasional versi Badan Pusat Statistik.
Mengutip dari buku The Daily Drucker karya Peter F. Drucker, Julian menyebutkan bahwa masalah bukan terletak pada “negara yang belum berkembang,” melainkan pada negara yang tidak dikelola dengan baik.
Selain peluang, seminar ini juga mengidentifikasi berbagai hambatan yang dihadapi oleh Aceh, seperti kurangnya akses modal, regulasi yang kompleks, dan tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia.
Para peserta seminar diajak untuk berdiskusi dan memberikan solusi konkret guna meningkatkan iklim investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Aceh.
Seminar ditutup dengan sesi tanya jawab, di mana para peserta aktif berdiskusi dan berbagi ide, menciptakan suasana kolaboratif untuk masa depan ekonomi Aceh yang lebih cerah.
Diharapkan, hasil dari seminar ini dapat menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan serta strategi pembangunan ekonomi Aceh ke depan.***
Kontributor : Rizki Maulizar
Editor : ADM