ACHEHNETWORK.COM – Kasus penyelundupan manusia kembali menjadi sorotan di Aceh setelah aparat berhasil menangkap tiga pelaku yang terlibat dalam penyelundupan etnis Rohingya di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan.
Peristiwa ini menguatkan dugaan bahwa tindakan tersebut adalah bagian dari tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM).
Penemuan Mayat yang Mengarah ke Pengungkapan Kasus
Kasus ini terungkap setelah ditemukannya mayat seorang perempuan di sekitar pelabuhan Labuhan Haji pada Kamis, 17 Oktober 2024.
Keesokan harinya, masyarakat melaporkan adanya sebuah kapal yang terombang-ambing sekitar 4 mil dari bibir pantai.
Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan bahwa kapal tersebut membawa 150 orang etnis Rohingya, di mana tiga di antaranya sudah meninggal dunia.
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Joko Krisdiyanto, menjelaskan dalam konferensi pers bahwa para imigran tersebut diketahui berangkat dari Cox’s Bazar, Bangladesh, pada 9—12 Oktober 2024.
Mereka bergerak menuju Laut Andaman dan tiba di perairan Aceh Selatan pada 16 Oktober 2024.
Modus Operandi Penyelundupan
Menurut Joko, kapal nelayan KM Bintang Raseuki, milik warga Labuhan Haji, digunakan untuk membawa etnis Rohingya dari Laut Andaman menuju daratan Aceh.
Kapal tersebut dibeli oleh para pelaku sekitar sebulan sebelum kejadian dengan harga Rp 580 juta.
Selain itu, diketahui bahwa etnis Rohingya ini juga membayar sejumlah uang untuk bisa mencapai tujuan mereka di Malaysia, dengan biaya sebesar Rp 20 juta per orang.
Sebagian dari mereka bahkan sudah melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru.
Penangkapan dan Sanksi Hukum
Tiga pelaku yang ditangkap, berinisial F (35), A (33), dan I (32), kini telah diamankan. Dirreskrimum Polda Aceh, Ade Harianto, menyebutkan bahwa penyelundupan ini murni tindak pidana.
Selain ketiga pelaku, delapan orang lainnya masih dalam pengejaran.
Para pelaku akan dikenakan pasal-pasal berat, termasuk Pasal 120 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian serta Pasal 286 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Angkutan Pelayaran Tanpa Izin yang Mengakibatkan Kematian.
Selain itu, mereka juga akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tindak Lanjut dan Harapan
Ade Harianto menambahkan bahwa penanganan terhadap para pelaku dilakukan oleh tim gabungan dari Ditreskrimum Polda Aceh dan Satreskrim Polres Aceh Selatan.
Untuk para imigran Rohingya, koordinasi akan dilakukan bersama pihak imigrasi, IOM, UNHCR, dan instansi terkait lainnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya berharap tidak ada lagi nelayan yang terlibat dalam jaringan penyelundupan manusia.
“Sanksi hukumnya sangat berat, dan kita harus memastikan ini tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa penyelundupan manusia adalah kejahatan serius yang harus ditangani dengan tegas, tidak hanya demi menegakkan hukum, tetapi juga melindungi hak asasi para korban yang terjebak dalam situasi ini.***
Editor : ADM