
|
Acara peringatan perdamaian Aceh ke 19/ |
AchehNetwork.com – Hari ini, 19 tahun lalu, suara senjata akhirnya berhenti menggema di Aceh.
Konflik berkepanjangan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia berakhir dengan kesepakatan damai yang tercipta melalui Memorandum of Understanding (MoU) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.
Setiap tahun, momen bersejarah ini diperingati dengan harapan untuk terus menjaga perdamaian yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Tahun ini, peringatan tersebut digelar di Taman Bustanussalatin (Taman Sari), Banda Aceh, Kamis (15/8/2024).
Acara peringatan dimulai dengan semangat yang tinggi, diawali dengan atraksi drumband Gita Hayani yang memukau, diikuti pemutaran film singkat yang menggambarkan perjalanan panjang menuju damai di Aceh.
Film tersebut mengingatkan semua yang hadir pada masa-masa sulit ketika tembakan senjata menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari hingga akhirnya perdamaian tercapai di Helsinki.
Namun, kali ini ada yang berbeda. Sejumlah tokoh penting yang biasanya hadir, seperti Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar, Muzakir Manaf (Mualem), Pj Gubernur Bustami Hamzah, Ketua DPRA Zulfadli, dan beberapa tokoh Aceh lainnya, tidak tampak di acara tersebut.
Wakil Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Kamaruddin Abu Bakar, atau yang akrab disapa Abu Razak, memberikan sambutan yang penuh makna.
Ia mengingatkan pentingnya setiap peringatan Hari Damai Aceh sebagai momentum untuk merenungkan langkah-langkah yang harus diambil demi membangun Aceh yang lebih baik di masa depan.
Abu Razak menekankan bahwa perdamaian yang telah dicapai harus terus diperkuat.
Menurutnya, perjalanan panjang sejarah konflik di Aceh, yang dimulai sejak 1976 di bawah pimpinan almarhum Wali Nanggroe Tgk Chik Ditiro Muhammad Hasan, seharusnya menjadi pelajaran berharga untuk mencegah konflik serupa di masa mendatang.
Ia juga menyoroti pentingnya mengimplementasikan setiap poin yang telah disepakati dalam MoU.
“Tidak ada cara yang lebih baik untuk merawat perdamaian selain dengan menjalankan kesepakatan yang telah kita buat bersama,” ujarnya.
Abu Razak juga mengingatkan bahwa meskipun sudah 19 tahun berlalu sejak perjanjian damai ditandatangani, masyarakat Aceh masih harus terus berjuang untuk menjaga perdamaian dan stabilitas.
Ia menyoroti beberapa poin dalam MoU yang hingga kini belum terealisasi, seperti bantuan dua hektar tanah untuk eks kombatan di Aceh.
“Ini sudah 19 tahun, tapi masih ada poin-poin yang belum selesai. Kami berharap pemerintah Aceh bisa mencari solusi untuk menyelesaikan hal-hal ini,” kata Abu Razak dengan tegas.
Di akhir sambutannya, Abu Razak berharap agar pemerintah Aceh, bersama seluruh jajarannya, bisa kembali duduk bersama untuk menuntaskan butir-butir MoU yang belum terlaksana.
“Kalau bukan kita yang memikirkan ini, siapa lagi? Kami berharap Gubernur Aceh dan seluruh jajaran pemerintah Aceh bisa memperhatikan masalah ini,” pungkasnya.
Dengan semangat yang masih berkobar, peringatan 19 tahun Damai Aceh ini mengingatkan kita semua bahwa menjaga perdamaian adalah tanggung jawab bersama, dan upaya untuk merawatnya harus terus dilakukan agar Aceh bisa terus maju dan sejahtera.***