Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, (Foto: ANTARA) |
BANDA ACEH – Juru Bicara (Jubir) Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, menegaskan bahwa Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, sedang menjalankan rencana pembangunan Aceh (RPA) 2023-2026 dan tidak lagi mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah Aceh (RPJMA). Oleh karena itu, pernyataan DPRA dianggap sangat keliru.
“Target capaian saat ini mengacu pada RPA yang berlaku sejak 2023 sampai 2026, bukan lagi RPJMA pemerintahan periode sebelumnya,” ujar Muhammad MTA di Banda Aceh pada hari Rabu.
Pernyataan ini sebagai tanggapan atas pandangan pimpinan fraksi-fraksi DPRA dalam sebuah konferensi beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa Pj Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki, tidak memiliki skema arah pembangunan yang jelas.
Sebelumnya, dalam konferensi pers, pimpinan fraksi-fraksi DPRA mengusulkan pergantian Pj Gubernur Aceh ke Mendagri pada hari Senin (12/6) kemarin. Mereka menyatakan bahwa kinerja Achmad Marzuki selama ini masih jauh dari harapan masyarakat Aceh.
Berdasarkan berbagai aspek, termasuk komitmen Pj Gubernur Aceh dalam mencari solusi terhadap penurunan pendapatan Aceh melalui dana otonomi khusus yang belum terwujud, skema pembangunan Aceh yang belum memiliki arah yang jelas dalam menangani kemiskinan, stunting, indeks pembangunan manusia, dan sebagainya.
Pertumbuhan ekonomi Aceh juga jauh di bawah target RPJMA, dengan hanya mencapai 4,21 persen dari target 6 persen.
Selain itu, Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, dinilai kurang memahami manajemen pemerintahan dan sistem anggaran sehingga belum mampu melakukan supervisi terhadap kinerja aparatur.
Muhammad MTA menilai pernyataan DPRA tersebut sebagai kesalahan besar yang disampaikan kepada masyarakat. Karena jelas bahwa seorang Pj Gubernur menjalankan RPA yang telah disiapkan oleh Pemerintah Aceh, bukan lagi RPJMA.
RPA sendiri menjadi panduan bagi DPR Aceh dan fraksi-fraksi dalam menyusun anggaran pembangunan Aceh.
“Pokoknya, arah dan tujuan pembangunan Aceh didasarkan pada RPA yang menjadi acuan eksekutif dan legislatif dalam menyusun anggaran setiap tahun,” kata MTA.
Terkait dengan usulan pergantian Pj Gubernur Aceh yang tidak mengusulkan kembali Achmad Marzuki untuk setahun ke depan, MTA menegaskan bahwa hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan DPRA.
Pihaknya tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut mengenai dinamika usulan tunggal oleh fraksi-fraksi DPRA. Gubernur tentu menghargai DPRA sebagai mitra dan lembaga politik.
Saat ini, Pj Gubernur Ahmad Marzuki tidak dalam posisi untuk mempertahankan jabatan tersebut, karena tugasnya hanya fokus pada pelaksanaan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh negara dalam memimpin Aceh.
“Gubernur sangat menghindari polemik di media terkait usulan pergantian Pj Gubernur ke Mendagri demi kepentingan publik yang lebih luas,” kata Muhammad MTA.(*)