ACHEHNETWORK.COM – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama merespons munculnya video yang memperlihatkan beberapa produk dengan nama-nama seperti “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine” yang telah mendapatkan sertifikasi halal.
BPJPH menegaskan bahwa masalah tersebut bukan terletak pada kandungan halal produk, melainkan hanya pada penamaan produk tersebut.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan bahwa masyarakat tidak perlu meragukan kehalalan produk yang telah bersertifikat halal, karena produk tersebut telah melalui proses sertifikasi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Produk yang mendapatkan sertifikat halal sudah dipastikan kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal.
Mamat juga menambahkan bahwa regulasi mengenai penamaan produk halal sudah diatur dalam SNI 99004:2021, serta Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 yang melarang penggunaan nama, bentuk, dan kemasan produk yang tidak sesuai dengan syariat Islam atau norma yang berlaku di masyarakat.
Meskipun begitu, masih ada produk yang menggunakan nama-nama seperti “beer” dan “wine” namun tetap memperoleh sertifikat halal.
BPJPH menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan terkait penamaan produk antara Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal. Sebagai contoh, ada 61 produk dengan nama “wine” yang mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, dan 53 produk lainnya yang mendapat sertifikat dari Komite Fatwa.
Demikian pula, ada 8 produk dengan nama “beer” yang disertifikasi halal oleh MUI dan 14 produk lainnya oleh Komite Fatwa.
Lebih lanjut, Mamat menegaskan bahwa meskipun ada perbedaan pandangan soal penamaan produk, hal itu tidak mempengaruhi kehalalan zat dan proses produksinya.
Semua produk telah melalui pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), seperti LPH LPPOM yang mengeluarkan sertifikasi halal untuk 32 produk.
Dzikro, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, menambahkan bahwa masalah ini mencerminkan dinamika dalam proses sertifikasi halal yang melibatkan banyak pihak.
BPJPH mengajak seluruh pihak untuk berdialog dan mencapai kesepakatan mengenai penamaan produk, agar tidak ada kebingungan di masyarakat.
Dia juga mengingatkan bahwa saat ini perhatian utama sebaiknya diarahkan pada persiapan pelaksanaan kewajiban sertifikasi halal yang akan diberlakukan mulai 17 Oktober 2024.
Semua pemangku kepentingan diharapkan bersatu untuk menyukseskan agenda ini dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa produk bersertifikat halal benar-benar terjamin kehalalannya.***
Editor : ADM
Sumber : Detikhikmah