AchehNetwork.com – Siapa yang tidak kenal dengan BlackBerry? Ponsel yang dulu merajai pasar ponsel dunia, terutama di Indonesia.
Pada masanya, memiliki BlackBerry (BB) adalah simbol prestise.
Ponsel ini terkenal dengan fitur andalannya, BlackBerry Messenger (BBM), yang membuatnya menjadi primadona di kalangan pengguna.
Sebelum era aplikasi chatting seperti WhatsApp, Line, atau Telegram, BBM menjadi pilihan utama untuk berkomunikasi secara instan.
Namun, BBM punya ciri khas yang bikin pengguna merek lain merasa tertinggal—hanya pengguna BlackBerry yang bisa menggunakan BBM.
Jadi, kalimat “PIN BBMnya dong?” bisa bikin orang yang tidak punya BB langsung merasa minder.
Selain BBM, fitur seperti membuat status, menulis tweet dengan tag “Twitter For BlackBerry”, hingga emoji yang khas, menjadi bagian dari daya tariknya.
Tetapi, seperti banyak kisah sukses lainnya, kejayaan BB tak bertahan lama.
Pada 31 Mei 2019, BBM resmi berhenti beroperasi di Indonesia, dan pada 4 Januari 2022, sistem operasi BB secara resmi dihentikan.
Sebuah akhir yang tragis untuk sebuah merek yang pernah begitu berjaya.
Mengenal Mike Lazaridis: Sang Pendiri BlackBerry
Mike Lazaridis adalah pria di balik kesuksesan BlackBerry.
Lahir di Istanbul, Turki, pada 14 Maret 1961, Mike pindah ke Kanada pada usia 5 tahun dan tumbuh besar di Windsor, Ontario.
Sejak kecil, Mike dikenal sebagai anak yang cerdas dan punya ketertarikan besar terhadap sains.
Bersama teman-temannya, ia sering menghabiskan waktu di Perpustakaan Umum Windsor membaca buku sains dan bahkan membuat roket serta radio sendiri.
Kecintaannya pada sains akhirnya membawanya untuk mendirikan perusahaan teknologi bernama Research In Motion (RIM) bersama Doug Fregin.
RIM inilah yang kemudian melahirkan merek BlackBerry pada tahun 1999, dan varian yang lebih populer dirilis pada 2002.
Mengapa BlackBerry Runtuh?
BlackBerry sempat mendominasi pasar ponsel global, tetapi sejumlah faktor menyebabkan kemerosotannya.
Salah satu penyebab utama adalah kegagalan BlackBerry untuk mengantisipasi munculnya iPhone dan ponsel Android.
Ketika iPhone memperkenalkan layar sentuh, Mike Lazaridis sempat meremehkannya, dengan keyakinan bahwa keyboard fisik BlackBerry lebih unggul.
Mereka pun merilis BlackBerry Storm dengan layar sentuh, tapi hasilnya tak sesuai harapan.
Masalah internal perusahaan juga turut andil dalam kejatuhan BlackBerry.
Ketika BlackBerry berencana merilis OS layar sentuh BlackBerry 10, eksekusi mereka terlambat.
Akibatnya, perusahaan bingung apakah harus mempertahankan keyboard fisik atau beralih sepenuhnya ke layar sentuh.
Penjualan model BlackBerry dengan keyboard fisik masih kuat, tetapi permintaan terhadap ponsel dengan layar sentuh semakin meningkat.
Pada akhirnya, BlackBerry merilis dua model: Z10 dengan layar sentuh penuh dan Q10 yang masih mempertahankan keyboard fisik khas BB.
Sayangnya, meskipun promosi besar-besaran dilakukan, kedua model tersebut kurang diminati.
Mike Lazaridis: Perjalanan Karier Setelah BlackBerry
Pada 22 Januari 2012, Mike Lazaridis mundur dari posisinya di RIM dan digantikan oleh Thorsten Heins.
Setahun kemudian, Mike benar-benar mengundurkan diri setelah lebih dari tiga dekade berkecimpung di dunia teknologi.
Meski begitu, di bawah kepemimpinannya, BlackBerry sempat berjaya dan dikenal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Tak berhenti di situ, Mike mendirikan Quantum Valley Investments pada 2013, yang fokus pada kemajuan teknologi informasi kuantum.
Selama kariernya, Mike telah menerima berbagai penghargaan, termasuk gelar doktor kehormatan di bidang teknik dari Universitas Waterloo pada tahun 1999, serta menjadi Rektor Universitas Waterloo dari 2003 hingga 2011.
Ia juga masuk dalam Maclean’s Honour Roll sebagai salah satu warga Kanada yang terhormat pada tahun 2000, dan pada 2014 dinobatkan sebagai Anggota Royal Society.
Begitulah kisah Mike Lazaridis, sang pendiri BlackBerry, yang dulu berjaya di dunia teknologi dan menjadi bagian dari sejarah ponsel global.
Meski BlackBerry kini tinggal kenangan, kontribusi Mike terhadap dunia teknologi akan selalu diingat.***
Editor : ADM Acheh Network