ACHEHNETWORK.COM – Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengungkapkan adanya sejumlah provinsi di Indonesia yang anggarannya habis untuk menggaji pegawai negeri sipil (PNS), memberikan tunjangan, dan bonus.
Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari upaya meningkatkan daya beli hingga pertimbangan politik untuk mendapatkan dukungan dari kalangan PNS yang jumlahnya signifikan.
Namun, yang menjadi masalah adalah daerah-daerah ini bukanlah provinsi dengan kondisi fiskal yang kuat.
Artinya, mereka menghabiskan sebagian besar anggarannya untuk belanja pegawai, meskipun gaji pokok PNS sebenarnya sama di seluruh Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019, yang berkisar antara Rp1.560.800 hingga Rp5.901.200 per bulan, tergantung golongan dan jabatan.
Berikut ini adalah lima provinsi yang paling besar mengalokasikan anggaran untuk belanja pegawai hingga September 2024, berdasarkan data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD):
- Jawa Timur: Rp49,56 triliun
- Jawa Barat: Rp49,13 triliun
- Jawa Tengah: Rp45,49 triliun
- Sumatra Utara: Rp23,39 triliun
- DKI Jakarta: Rp20,06 triliun
Meskipun anggaran yang dialokasikan cukup besar, tidak semuanya berasal dari pendapatan asli daerah (PAD).
Pemerintah pusat juga menyalurkan dana transfer ke daerah (TKD), yang jumlahnya berbeda-beda tergantung pada kekuatan fiskal masing-masing daerah.
Daerah dengan PAD kuat mendapatkan TKD lebih kecil, sedangkan daerah dengan PAD lemah mendapat porsi yang lebih besar.
Besaran TKD Berdasarkan Kategori Fiskal:
- Daerah dengan PAD Kuat: TKD berkisar 26-47%.
- Daerah dengan PAD Sedang: TKD berkisar 52-60%.
- Daerah dengan PAD Lemah: TKD berkisar 63-90%.
Sayangnya, beberapa daerah dengan porsi TKD yang tinggi justru menghabiskan sebagian besar dana tersebut, sekitar 60%, untuk belanja pegawai.
Akibatnya, pemanfaatan dana untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat lainnya menjadi terbatas.
Fenomena ini menimbulkan keprihatinan karena dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, malah lebih banyak dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan anggaran yang lebih bijaksana agar dana TKD dapat dimanfaatkan lebih optimal bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.***
Editor : ADM