AchehNetwork.com – Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 yang diselenggarakan di Aceh dan Sumatera Utara seharusnya menjadi ajang bergengsi yang menunjukkan prestasi para atlet dari seluruh Indonesia.
Namun, sayangnya, pelaksanaan PON kali ini tidak lepas dari berbagai masalah dan kontroversi yang membuat banyak pihak kecewa.
Salah satu kritikan paling keras datang dari Samsul, pelatih voli tim Jawa Barat, yang menyebut PON kali ini sebagai salah satu event olahraga terburuk yang pernah mereka ikuti.
Kritik Pedas Terhadap Fasilitas dan Prasarana
Samsul Jais dengan tegas menyampaikan bahwa sarana dan prasarana PON XXI 2024 jauh dari harapan. Ia menyebut, “Selama PON digelar di Indonesia, mungkin inilah yang terburuk.”
Pernyataan ini sejalan dengan berbagai keluhan dari atlet dan ofisial mengenai buruknya kondisi venue dan berbagai aspek pendukung lainnya.
Pemerintah dikabarkan telah menggelontorkan dana sebesar Rp811 miliar untuk pembangunan dan renovasi 18 infrastruktur penting di Aceh, dan tambahan Rp516 miliar untuk keperluan pertandingan.
Meski anggaran yang dikeluarkan cukup besar, banyak pihak yang mempertanyakan efektivitasnya, terutama melihat berbagai kekurangan yang terjadi di lapangan.
Berikut adalah lima kontroversi utama yang mencederai pelaksanaan PON XXI 2024:
1. Akses Venue yang Tidak Layak
Salah satu masalah yang paling mencolok adalah kondisi akses menuju venue yang jauh dari standar. Atlet-atlet harus melewati jalanan berlumpur dan kubangan air, bahkan beberapa venue belum rampung dibangun.
Sejumlah video yang viral di media sosial menunjukkan atlet yang terperosok di lumpur saat menuju tempat bertanding, hingga harus menguras air dari arena pertandingan.
Beberapa atlet dari kontingen putri dilaporkan harus naik angkot untuk mencapai venue.
Kondisi ini tentunya mengganggu persiapan mental dan fisik para atlet, serta mempermalukan citra penyelenggaraan PON di mata nasional.
2. Transportasi Atlet yang Minim
Selain akses yang buruk, transportasi bagi atlet juga menjadi sorotan tajam. Banyak atlet yang terpaksa menggunakan transportasi umum seperti angkot untuk menuju venue, sesuatu yang seharusnya dihindari dalam event sebesar ini.
Panitia seharusnya menyediakan transportasi yang layak untuk memastikan para atlet tiba tepat waktu dan dalam kondisi siap bertanding.
Ketidakmampuan panitia dalam menyediakan transportasi yang memadai ini menambah panjang daftar kritik terhadap pelaksanaan PON.
3. Keputusan Wasit Sepak Bola yang Kontroversial
Kontroversi lain yang tidak kalah panas adalah keputusan wasit dalam cabang olahraga sepak bola. Pada pertandingan antara Aceh dan Sulawesi Tengah di babak perempat final, wasit Eko Agus Sugi Harto memberikan penalti kepada tim Aceh di menit-menit akhir, yang memicu protes keras dari pemain Sulteng.
Tayangan ulang menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut tidak terlalu jelas, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai netralitas wasit.
Protes keras di lapangan menunjukkan ketidakpuasan dari berbagai pihak terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh wasit, dan hal ini mencoreng integritas pertandingan.
4. Kontroversi Keputusan Wasit di Cabang Tinju
Masalah serupa juga terjadi di cabang olahraga tinju. Keputusan wasit yang dianggap tidak adil menyebabkan banyak protes, terutama ketika petinju Lampung, Rusdianto Suku, kalah melawan petinju tuan rumah Sumatera Utara, Joshua Harianja.
Meskipun Rusdianto tampak mendominasi pertandingan, keputusan juri justru memenangkan Joshua, memicu kecurigaan publik terhadap netralitas wasit.
Keputusan-keputusan yang tidak transparan ini merusak semangat fair play yang seharusnya dijunjung tinggi dalam kompetisi olahraga nasional.
5. Fasilitas dan Akomodasi Atlet yang Kurang Memadai
Selain masalah teknis di lapangan, fasilitas dan akomodasi yang disediakan untuk para atlet juga menuai banyak keluhan.
Beberapa atlet melaporkan bahwa makanan yang disajikan tidak memenuhi standar gizi, bahkan ada yang hanya diberikan roti dan santan kemasan sebagai menu makan.
Fasilitas penginapan pun dinilai jauh dari layak, dengan beberapa atlet harus tidur di kamar yang sempit dan berbagi dengan banyak orang.
Kondisi ini menunjukkan kurangnya perhatian panitia terhadap kebutuhan dasar para atlet, yang seharusnya mendapat perlakuan terbaik untuk bisa tampil maksimal.
Evaluasi Diperlukan untuk Masa Depan PON
PON XXI 2024 yang seharusnya menjadi ajang unjuk kebolehan para atlet Indonesia justru tercoreng oleh berbagai kontroversi.
Dari akses venue yang buruk, masalah transportasi, hingga keputusan wasit yang dipertanyakan, semuanya menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi dalam penyelenggaraan event sebesar ini.
Diharapkan, evaluasi menyeluruh dilakukan agar PON di masa depan dapat berlangsung lebih baik dan membanggakan.
Dengan anggaran besar yang telah dikeluarkan, sudah sepatutnya pemerintah dan panitia mempertimbangkan segala aspek yang krusial bagi kesuksesan event, termasuk kesejahteraan atlet, keadilan dalam kompetisi, serta kualitas infrastruktur yang mendukung prestasi para atlet.***
Editor : ADM Acheh Network