Laksamana Malahayati |
AchehNetwork.com – Nama Laksamana Keumalahayati kembali bergema di panggung internasional saat Sidang Umum ke-42 UNESCO di Paris, Prancis, pada 22 November 2023 lalu.
Pasalnya, hari lahirnya resmi ditetapkan sebagai hari perayaan internasional. Keumalahayati tidak hanya menjadi kebanggaan Indonesia, tetapi juga dunia, sebagai laksamana perempuan pertama yang namanya dikenang sepanjang masa.
Tidak hanya Keumalahayati, penyair ternama AA Navis juga mendapatkan penghormatan serupa.
Penghargaan ini diberikan dalam rangkaian Sidang Umum UNESCO yang mengakui kontribusi besar kedua tokoh ini.
Lantas, siapa sebenarnya sosok Keumalahayati? Yuk, kita kenali lebih dekat perempuan luar biasa ini!
Keumalahayati: Laksamana Perempuan Pertama di Dunia
Bagi sebagian orang, mungkin nama Keumalahayati masih terdengar asing. Tapi, tahukah kamu?
Keumalahayati adalah laksamana perempuan pertama di dunia! Pada 6 November 2017, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI melalui Keputusan Presiden Nomor 115/TK/Tahun 2017.
Gelar ini diberikan atas kepemimpinan, keberanian, dan dedikasinya dalam membela Tanah Air.
Lahir di wilayah dengan tradisi maritim yang kuat, Keumalahayati sejak muda sudah terbiasa dengan dunia peperangan laut.
Ia banyak belajar dari ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, yang merupakan panglima angkatan laut armada Aceh.
Keumalahayati pun mendirikan pasukan khusus bernama Inong Balee, yang seluruh anggotanya adalah perempuan, terutama para janda prajurit yang gugur dalam perang melawan Portugis. Hebatnya, pasukan ini terdiri dari 2.000 pejuang tangguh!
Dengan ilmu yang didapatnya di Mahad Baitul Maqdis, Keumalahayati melatih pasukan Inong Balee menjadi kekuatan tempur yang ditakuti di perairan Aceh Besar dan Selat Malaka.
Tidak heran jika Sultan Aceh kemudian menunjuknya sebagai panglima armada laut atau laksamana. Ia bahkan menjadi laksamana perempuan pertama di dunia dan memimpin armada yang dilengkapi dengan 100 kapal perang besar, masing-masing berisi 400 prajurit.
Aksi Keumalahayati di Medan Perang
Kisah keberanian Keumalahayati tidak hanya berhenti di situ. Saat kapal-kapal Belanda mendekati perairan Aceh, Laksamana Malahayati dan pasukan Inong Balee sudah siap siaga.
Pada 11 September 1599, Keumalahayati bertarung satu lawan satu dengan Cornelis de Houtman, penjelajah Belanda yang terkenal kejam.
Di atas kapal musuh, Cornelis tewas di tangan Keumalahayati, menunjukkan betapa hebatnya strategi dan keberanian perempuan ini.
Selain itu, Keumalahayati juga membangun Benteng Inong Balee, sebuah benteng pertahanan yang berdiri kokoh di atas bukit dengan ketinggian 100 meter dari permukaan laut.
Benteng ini dilengkapi dengan meriam-meriam yang mengarah ke laut, siap menghadang serangan musuh.
Warisan Nama Keumalahayati
Warisan Keumalahayati tidak berhenti pada sejarah. Namanya diabadikan pada salah satu kapal perang TNI Angkatan Laut (TNI AL) dan juga pada sebuah pelabuhan di Desa Lamreh Krueng Raya, Aceh Besar.
Pelabuhan Malahayati, yang dulu digunakan sebagai pelabuhan transit pada masa Sultan Iskandar Muda, kini berfungsi sebagai jalur pengangkutan produk ekspor Aceh menuju Timur Tengah dan Eropa.
Keumalahayati dimakamkan di puncak bukit kecil di Desa Lamreh, Kabupaten Aceh Besar.
Untuk mencapai kompleks makamnya, kita harus melewati lorong desa sepanjang 300 meter dan menaiki 74 anak tangga.
Lokasi makam yang tenang ini menjadi saksi bisu dari perjalanan hidup seorang perempuan perkasa yang namanya terus dikenang hingga kini.
Keberanian dan dedikasi Keumalahayati sebagai laksamana perempuan pertama di dunia memang layak diakui dan diabadikan.
Sebagai generasi penerus, kita patut bangga memiliki tokoh seperti Keumalahayati yang tidak hanya berjuang untuk tanah air, tetapi juga mengukir namanya di kancah internasional.***