Gempa megathrust/BMKG |
AchehNetwork.com – Artikel ini membahas tentang potensi gempa megathrust di Indonesia dan dampaknya yang mengkhawatirkan.
Gempa megathrust merupakan gempa terbesar yang terjadi di sepanjang zona subduksi, tempat pertemuan dua lempeng tektonik yang saling bertumbukan.
Di Indonesia, kawasan pantai selatan Jawa dan Sumatera menjadi salah satu wilayah yang paling rentan terhadap potensi gempa ini.
Meskipun tidak ada teknologi yang dapat memprediksi kapan gempa terjadi, namun mitigasi tetap menjadi langkah penting.
Apa Itu Gempa Megathrust?
Gempa megathrust adalah jenis gempa yang terjadi di dasar laut, biasanya sepanjang zona subduksi di mana satu lempeng menunjam ke bawah lempeng lainnya.
Gempa ini memiliki kekuatan besar, sering kali dengan magnitudo (Mw) 8,5 atau lebih tinggi.
Sejarah mencatat beberapa gempa megathrust besar, seperti di Chili pada tahun 1960 (9,5 Mw), Indonesia tahun 2004 (9,2 Mw), dan Jepang tahun 2011 (9,1 Mw).
Semua kejadian ini memicu tsunami dahsyat yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan besar.
Potensi Gempa di Jawa dan Sumatera
Indonesia berada di antara empat lempeng tektonik utama, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Laut Filipina, dan Pasifik, menjadikannya daerah yang rawan gempa.
Berdasarkan pemutakhiran Peta Gempa Indonesia 2017, ada 16 segmentasi megathrust yang mengelilingi Indonesia.
Dua segmen yang dianggap paling berbahaya adalah Selat Sunda (M 8,7) dan Mentawai-Siberut (M 8,9) karena adanya seismic gap atau kekosongan aktivitas seismik yang sudah berlangsung lama.
Menurut penelitian terbaru oleh Supendi dan kolega (2023), jika gempa megathrust terjadi di kawasan pantai selatan Jawa dan Sumatera, potensi tsunami dengan ketinggian mencapai 34 meter dapat terjadi.
Ini akan menjadi ancaman besar bagi masyarakat pesisir.
Tidak Ada Teknologi yang Dapat Memprediksi Gempa
Hingga saat ini, belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi.
Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, meskipun potensi gempa megathrust diketahui, namun prediksi waktu terjadinya gempa masih menjadi misteri.
Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, terutama di wilayah-wilayah yang rawan gempa dan tsunami.
Langkah Mitigasi Bencana
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dan siap menghadapi berbagai potensi bencana, termasuk gempa dan tsunami.
BNPB telah melakukan berbagai upaya, seperti pembangunan sistem peringatan dini di hampir semua zona megathrust di Indonesia, penyebaran sirene dan rambu evakuasi di 182 desa, serta peta evakuasi yang mencakup ancaman dan kerentanan wilayah.
Abdul juga memberikan tips sederhana untuk mitigasi bencana, seperti meletakkan kaleng berisi batu di tempat strategis yang bisa menjadi penanda jika gempa terjadi di malam hari.
Selain itu, penting untuk memastikan akses pintu keluar rumah tidak terhalang oleh benda yang dapat jatuh saat gempa.
Bagi wisatawan, jika merasakan gempa lebih dari 30 detik, disarankan untuk segera menjauh dari pantai.
Meski gempa yang terjadi terasa ringan, durasi gempa dapat menjadi indikasi potensi tsunami yang mungkin terjadi.
Kerja Sama Semua Pihak
Mitigasi bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan berbagai pihak seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Dengan kerja sama yang baik, diharapkan upaya mitigasi bencana dapat terlaksana lebih efektif, sehingga mampu mengurangi dampak buruk gempa dan tsunami di masa mendatang.***