|
Kosokbali era Jokowi/ |
AchehNetwork.com – Artikel ini menyajikan pandangan kritis terhadap sejumlah pernyataan dan kebijakan di era Presiden Jokowi, yang sering kali terlihat kontradiktif atau “kosokbali.”
Di tengah berbagai klaim yang dibuat oleh Jokowi, termasuk pengakuan bahwa dia tidak tertarik untuk mencalonkan diri lagi atau bahwa anak-anaknya tidak berminat terjun ke politik, muncul sejumlah tindakan dan kebijakan yang seolah-olah bertentangan dengan pernyataan tersebut.
Baru-baru ini, Kepala BPIP menyatakan bahwa tidak ada pemaksaan bagi anggota Paskibraka IKN untuk melepas jilbab mereka.
Namun, klaim ini menyusul kontroversi sebelumnya mengenai keputusan pembangunan IKN yang konon bertujuan menghindari simbol-simbol kolonial, meskipun faktanya Jokowi membangun ibu kota baru dengan pola yang justru lebih mendekati cara-cara kolonialis.
Salah satu contohnya adalah pemberian Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan di IKN yang berlaku selama 190 tahun, jauh lebih lama dibandingkan era kolonial Belanda yang memberikan HGU selama 75 tahun.
Ini seakan mempertegas bahwa kebijakan tersebut lebih menyerupai pembentukan koloni baru.
IKN kemudian menjadi semacam “koloni modern” dengan menetapkan wilayah tersebut sebagai pemukiman eksklusif bagi sekitar dua juta orang, sementara masyarakat adat dipindahkan.
Bahkan ada klaim bahwa IKN akan terbebas dari tindak kriminal, seolah-olah menjadi wilayah yang steril dari masalah sosial.
Istilah “kosokbali” sendiri, yang berarti kebalikan dari sesuatu, berasal dari bahasa Minangkabau dan telah diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Istilah ini pertama kali digunakan oleh Sulaeman Zainuddin, seorang penulis dari Minangkabau, sebagai padanan dari kata “antonim.”
Dalam beberapa tahun terakhir, isu kontroversial lain muncul mengenai jilbab di kalangan anggota Paskibraka.
Meski BPIP membantah adanya paksaan untuk melepas jilbab, banyak publik yang menafsirkannya sebaliknya—bahwa benar terjadi pemaksaan.
BPIP beralasan bahwa seragam Paskibraka dirancang untuk merawat kebinekaan, dan ini diatur dalam Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 yang mengatur standar pakaian, atribut, dan penampilan Paskibraka.
Namun, sejarah mencatat banyak foto anggota Paskibraka yang tetap mengenakan jilbab, bahkan pada masa Jokowi menjadi presiden.
Foto-foto pengibaran bendera setelah Proklamasi Kemerdekaan juga menunjukkan seorang perempuan pengibar bendera yang mengenakan kerudung kepala.
Sepertinya, pola “kosokbali” ini terus berulang dalam berbagai kebijakan dan pernyataan.
Dengan demikian, kita perlu lebih kritis terhadap setiap kebijakan yang tampak bertentangan dengan prinsip atau tujuan awalnya.***
Sumber: ohya.republika.co.id