seminar bertajuk “Aceh Economic Updates 2024: Titik Balik Ekonomi Aceh”/Sumber Foto: Dialeksi |
AchehNetwork.com – Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Syiah Kuala, Taufiq, memaparkan fakta mengejutkan mengenai tingkat korupsi di Aceh.
Menurutnya, korupsi di Aceh ternyata berada di puncak jika dibandingkan dengan kasus kekerasan dan kriminalitas, baik di Sumatera maupun di tingkat nasional.
“Aceh yang dulu dikenal sebagai daerah konflik sering kali dianggap tidak aman. Namun, kenyataannya tingkat kejahatan kekerasan, baik menggunakan senjata api maupun senjata tajam, justru paling rendah,” ujar Taufiq dalam seminar bertajuk “Aceh Economic Updates 2024: Titik Balik Ekonomi Aceh” yang diadakan di Landmark BSI Aceh pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Namun, meski tingkat kekerasan rendah, Taufiq mengungkapkan bahwa data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa korupsi di Aceh adalah yang tertinggi, melebihi rata-rata provinsi lain di Sumatera dan secara nasional, untuk periode 2012 hingga 2022.
Investasi dan Ekspor Masih Tertinggal
Taufiq juga menyoroti rendahnya investasi di Aceh.
Dalam hal penanaman modal asing, Aceh menduduki posisi ketiga terendah di Sumatera, sementara untuk penanaman modal dalam negeri, Aceh berada di peringkat kelima.
Di sektor ekspor, Aceh juga masih menghadapi tantangan besar.
Pada tahun 2024, provinsi yang dijuluki Serambi Mekkah ini berada di posisi kedua terendah di Sumatera dalam hal ekspor.
Salah satu penyebab utama lemahnya kinerja ekspor ini adalah tingginya biaya ekonomi akibat banyaknya pungutan liar yang seringkali melebihi pungutan resmi.
Tantangan Sektor Ekonomi Aceh
Struktur ekonomi Aceh masih didominasi oleh sektor pertanian, yang jauh lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di Sumatera.
Namun, sektor pengolahan hanya menyumbang sekitar 4,6 persen dari total perekonomian Aceh.
Menariknya, sektor pemerintahan justru memberikan kontribusi yang cukup signifikan, mencapai 8,6 persen, lebih tinggi dari provinsi lain.
Meskipun belanja modal per kapita di Aceh terbilang tinggi, kualitas infrastruktur, terutama jalan, masih sering dikeluhkan karena buruknya kondisi.
Solusi untuk Masa Depan Ekonomi Aceh
Taufiq menyarankan agar Pemerintah Aceh, bersama dengan pemuka masyarakat, pengusaha, dan Forkopimda, melakukan musyawarah untuk menetapkan tarif dan biaya bongkar muat pelabuhan yang jelas, terintegrasi, dan tanpa pungutan liar.
Selain itu, sektor perbankan di Aceh juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan transaksi nasional dan internasional setara dengan yang ada di luar Aceh.
“Kerja sama antara Pemerintah Aceh, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya sangat penting dalam meningkatkan pengawasan dan pemberantasan korupsi di Aceh,” tutup Taufiq.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, harapannya adalah Aceh bisa bangkit dan mengoptimalkan potensi ekonominya demi kesejahteraan masyarakat.***