|
Mahasiswa memperlihatkan foto mahasiswa terluka, Koordinator aksi unjuk rasa unimal gelar konfrensi pers bersama wartawan / Foto via RRI
|
AchehNetwork.com – Setelah aksi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada yang berakhir ricuh di depan gedung DPRK, dilaporkan 15 mahasiswa mengalami luka-luka, dan beberapa dari mereka harus menjalani perawatan medis.
Muhaimin, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Unimal, menjelaskan bahwa dari 15 mahasiswa yang terluka dalam demo pada Jumat, 23 Agustus 2024, tiga di antaranya masih harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
“Dari data yang kami kumpulkan, ada sekitar 15 rekan kami yang terluka dalam kerusuhan di depan gerbang DPRK Jumat kemarin. Tiga di antaranya masih dirawat di rumah sakit,” kata Muhaimin dalam konferensi pers di Cafe Ohayo, Lhokseumawe, pada Minggu, 25 Agustus 2024.
Mahasiswa yang terluka dirawat di beberapa rumah sakit, seperti RS Bunda dan RS Kesrem.
Namun, ada satu mahasiswa yang mengalami cedera lebih serius.
Rokayata Nuzukulkaha, mahasiswa asal Tebing Tinggi, Sumatera Utara, mengalami luka parah di bagian pinggang setelah terlindas mobil saat bentrokan.
Rokayata dirawat di RS Cut Meutia dan kabarnya harus dirujuk ke Banda Aceh untuk perawatan lebih lanjut.
Muhaimin menjelaskan bahwa insiden tersebut terjadi ketika polisi menggunakan water cannon untuk membubarkan massa.
Saat itu, Rokayata berada di dekat mobil yang kemudian mundur, dan ia terlindas saat mencoba melompat keluar.
“Saat kami disiram water cannon, korban berada di dekat mobil. Dia terjatuh saat melompat, lalu terlindas ban mobil yang didorong mundur oleh polisi,” cerita Muhaimin.
Dalam konferensi pers tersebut, Muhaimin yang didampingi oleh puluhan mahasiswa lainnya mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap anggota DPRK yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Awalnya, para mahasiswa berniat melakukan aksi damai untuk menyerahkan petisi penolakan revisi UU Pilkada.
Namun, tindakan dewan yang dianggap tidak bijaksana memicu emosi mahasiswa, terutama setelah terjadi bentrokan dengan polisi.
“Kami sepakat untuk menyerahkan petisi secara damai, tetapi tidak ditanggapi serius oleh anggota DPRK. Ini membuat teman-teman emosi, terutama setelah beberapa dari kami terkena pukulan tongkat polisi di depan gerbang DPRK,” tutupnya.
Situasi ini semakin mempertegas ketegangan antara mahasiswa dan pihak berwenang, yang seharusnya bisa dihindari jika dialog dilakukan dengan lebih baik.***