Peta potensi gempa Megathrust. (BMKG) |
AchehNetwork.com – Indonesia, dengan letak geografisnya yang berada di pertemuan lempeng tektonik aktif, berisiko tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami, terutama dari ancaman Megathrust.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menekankan pentingnya mitigasi dan persiapan pemerintah daerah serta masyarakat dalam menghadapi potensi gempa besar ini.
Menghadapi Ancaman Megathrust: Langkah Awal yang Krusial
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers di Jakarta pada 20 Agustus 2024, mengajak pemerintah daerah untuk segera menyiapkan tata ruang yang aman dan infrastruktur yang mendukung mitigasi bencana.
Salah satu langkah penting adalah memastikan adanya jalur evakuasi dan tempat perlindungan bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah rawan seperti kawasan pesisir.
“Bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemerintah daerah sebelum terjadi gempa besar yang dapat menyebabkan tsunami?
Pemda harus bersama-sama menyiapkan infrastruktur, sistem, jalur evakuasi, dan tempat perlindungan evakuasi,” ujar Dwikorita.
Pentingnya Tata Ruang di Kawasan Rawan Gempa
Dwikorita juga mengingatkan pentingnya membatasi pembangunan di zona rawan gempa, terutama di daerah dekat pantai.
Bangunan-bangunan seperti hotel yang didirikan di kawasan tersebut harus dirancang untuk tahan gempa dengan kekuatan hingga 8,5 magnitudo.
Sebagai contoh, Pemda DIY telah menyiapkan Yogyakarta International Airport (YIA) untuk menghadapi potensi Megathrust.
Bandara ini dirancang tahan gempa hingga 8,5 magnitudo dan memiliki ketinggian elevasi yang lebih tinggi dari potensi tsunami.
Bandara ini bahkan dilengkapi dengan Crisis Center yang mampu menampung ribuan orang saat terjadi bencana.
Megathrust: Ancaman Lama yang Terus Mengintai
Potensi gempa Megathrust bukanlah hal baru di Indonesia.
BMKG dan para pakar terus mengingatkan pentingnya upaya mitigasi, mengingat Indonesia berada di sekitar 13 zona megathrust yang tercatat dalam peta sumber bahaya gempa tahun 2017.
Dua zona yang menjadi perhatian utama adalah segmen Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, yang sudah ratusan tahun tidak mengalami gempa besar.
Menurut laporan BMKG, segmen Megathrust Mentawai-Siberut berpotensi menghasilkan gempa hingga 8,9 magnitudo, sementara segmen Selat Sunda berpotensi mencapai 8,7 magnitudo.
Dengan ancaman bencana yang bisa terjadi kapan saja, BMKG terus mendorong upaya mitigasi di tingkat pusat, daerah, hingga masyarakat.
Mitigasi di Berbagai Daerah: Langkah Konkret untuk Menghadapi Bencana
Sejumlah daerah di Indonesia sudah mulai melakukan langkah mitigasi.
Kementerian Sosial, misalnya, mengirimkan tim ke wilayah-wilayah rawan seperti Pulau Mentawai, Sumatera Barat, untuk memetakan area yang berpotensi terdampak bencana dan melatih masyarakat dalam teknik evakuasi darurat.
Posko-posko pengungsian juga mulai disiapkan di berbagai kampung untuk mempercepat distribusi bantuan dan pertolongan jika terjadi bencana.
Di Banten, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melibatkan Desa Tangguh Bencana (Destana) untuk menggiatkan sosialisasi kewaspadaan terhadap potensi gempa Megathrust di Selat Sunda.
Sosialisasi ini tidak hanya berfokus pada kondisi normal, tetapi juga bagaimana menghadapi situasi darurat saat gempa terjadi.
Masyarakat Harus Tetap Waspada dan Siap
Kewaspadaan masyarakat sangat penting dalam menghadapi potensi bencana Megathrust.
BMKG terus mengingatkan bahwa meskipun tidak ada yang bisa memprediksi dengan pasti kapan dan di mana gempa besar akan terjadi, masyarakat harus siap dan tahu cara bertindak saat bencana datang.
Masyarakat juga diimbau untuk memperhatikan tanda-tanda alam dan kearifan lokal sebagai langkah awal dalam menghadapi potensi bencana.
Dengan berbagai langkah mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, harapannya adalah agar Indonesia dapat lebih siap menghadapi ancaman gempa Megathrust.
Meskipun ancaman ini tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, persiapan yang matang dapat mengurangi dampak buruk yang mungkin ditimbulkan.***