News
Kepala Kepolisian Daerah Aceh Sebut Banyak Nelayan Aceh yang Beralih Profesi Menjadi Kurir Sabu, Benarkah?
AchehNetwork.com - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh, Irjen Pol Achmad Kartiko, mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena yang mengkhawatirkan di wilayahnya.
Banyak nelayan Aceh kini meninggalkan profesi melaut dan beralih menjadi kurir narkotika jenis sabu-sabu.
Mereka tergiur dengan iming-iming pendapatan yang lebih tinggi dari pekerjaan ilegal tersebut.
"Nelayan kita sudah tidak mau melaut lagi mencari ikan. Mereka tergiur dengan hal-hal seperti ini (menjadi kurir sabu)," ujar Achmad Kartiko pada Rabu (26/6).
Pernyataan ini muncul setelah penangkapan nelayan asal Aceh Timur yang mencoba menyelundupkan 180 kilogram sabu-sabu di perairan Ujung Peureulak, Kecamatan Peureulak.
Kasus ini bukan yang pertama, dan Achmad Kartiko menegaskan bahwa sudah beberapa kali terbukti nelayan terlibat dalam kegiatan penyelundupan narkotika.
"Bukan hanya narkotika, tapi mereka juga terlibat dalam penyelundupan barang lainnya," tambahnya.
Kartiko menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Panglima Laot, pemimpin adat laut di Aceh, untuk mengendalikan para nelayan agar tidak mudah tergiur dengan kegiatan ilegal ini.
Menurutnya, undang-undang hukum adat Aceh yang mengatur para nelayan akan digunakan sebagai landasan dalam upaya ini.
"Nanti kita akan berkoordinasi dengan para panglima-panglima laut. Sesuai dengan undang-undang hukum adat, Aceh memiliki panglima laut yang mengkoordinir seluruh nelayan agar tidak gampang tergiur dengan hal-hal seperti ini," jelasnya.
Namun, Kartiko juga mengakui bahwa pihaknya menghadapi kesulitan dalam mencegah masuknya narkotika melalui jalur laut.
Dengan keterbatasan armada yang dimiliki, dan panjang garis pantai Aceh yang mencapai 2.666 kilometer, pengawasan menjadi tantangan tersendiri.
"Kita punya sekitar 12 kapal jenis C2 yang tersebar di beberapa wilayah, namun kecepatannya terbatas. Kita hanya bisa mengawasi sejauh 12 mil," ungkapnya.
"Keterbatasan ini dimanfaatkan oleh sindikat narkotika dan jaringan mereka, dengan menyamar sebagai nelayan," pungkasnya.
Fenomena ini menunjukkan betapa seriusnya tantangan yang dihadapi Aceh dalam memerangi penyelundupan narkotika, sekaligus menggambarkan dilema ekonomi yang memaksa nelayan mencari alternatif pendapatan meskipun berisiko tinggi.***