5 Perbedaan Mencolok Antara Keturunan Tionghoa di Indonesia dan Malaysia: Tionghoa Malaysia Tidak Nasionalis? - Acheh Network

5 Perbedaan Mencolok Antara Keturunan Tionghoa di Indonesia dan Malaysia: Tionghoa Malaysia Tidak Nasionalis?

Kamis, 6 Juni 2024 - 11:26 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tionghoa, chinese laysia, chinese indonesia
Ilustrasi/


AchehNetwork.com – Apakah Anda tahu bahwa terdapat perbedaan mencolok antara komunitas Tionghoa di Indonesia dan Malaysia? 
Salah satu perbedaan yang paling menarik adalah tingkat nasionalisme yang lebih tinggi pada keturunan Tionghoa di Indonesia.
Namun, apa yang membuat komunitas Tionghoa di Malaysia berbeda dari yang di Indonesia? 
Berikut adalah lima perbedaan utama yang merangkum karakteristik masing-masing:

1. Bahasa

Bahasa menjadi perbedaan paling mencolok. 
Di Indonesia, keturunan Tionghoa umumnya fasih berbahasa Indonesia, bahasa resmi negara, yang menjadi bahasa sehari-hari mereka. 
Hal ini menunjukkan asimilasi budaya yang berhasil, terutama sejak zaman kemerdekaan. 
Penghormatan terhadap Sumpah Pemuda, yang menjunjung bahasa persatuan, sangat kental di kalangan Tionghoa Indonesia.
Sebaliknya, di Malaysia, keturunan Tionghoa lebih sering menggunakan bahasa Mandarin atau dialek Tionghoa lainnya sebagai bahasa utama mereka. 
Hal ini terjadi karena adanya sistem pendidikan vernakular yang mengajarkan bahasa Mandarin atau Tamil sebagai bahasa pengantar. 
Akibatnya, banyak keturunan Tionghoa di Malaysia yang tidak fasih berbahasa Melayu, bahasa nasional mereka.

2. Nasionalisme

Keturunan Tionghoa di Indonesia dikenal lebih nasionalis dan mencintai negara mereka. 
Mereka aktif terlibat dalam gerakan nasionalis seperti Sumpah Pemuda, Budi Utomo, dan Perhimpunan Indonesia.
Sementara itu, keturunan Tionghoa di Malaysia tidak mengalami penindasan yang sama selama masa penjajahan Inggris. 
Mereka juga kurang terlibat dalam gerakan nasionalis Malaysia yang didominasi oleh etnis Melayu. 
Ini menyebabkan rasa nasionalisme yang berbeda antara kedua kelompok.

3. Agama

Perbedaan signifikan lainnya terletak pada agama. 
Keturunan Tionghoa di Indonesia mayoritas beragama Kristen (Katolik atau Protestan), Islam, Konghucu, atau Buddha. 
Mereka lebih toleran dan harmonis dengan pemeluk agama lain, menghargai Pancasila sebagai dasar negara yang mengakui keberagaman agama.
Di Malaysia, mayoritas keturunan Tionghoa beragama Buddha atau Taoisme. 
Mereka lebih menjaga identitas agama mereka karena menghadapi diskriminasi dari pemerintah Malaysia yang memberlakukan sistem preferensi bagi etnis Melayu yang beragama Islam.

4. Politik

Keturunan Tionghoa di Indonesia lebih aktif dalam politik, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon pemimpin. 
Contoh nyata adalah Andre Angouw, Wali Kota Manado, dan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta.
Di Malaysia, keturunan Tionghoa lebih pasif dan terpinggirkan dalam politik karena marginalisasi dari pemerintah yang didominasi etnis Melayu. 
Kesempatan mereka untuk menjadi pemimpin atau pejabat publik sangat terbatas, dan mereka sering dianggap sebagai warga kelas dua.

5. Budaya

Keturunan Tionghoa di Indonesia lebih bervariasi dan kreatif dalam budaya mereka. 
Mereka mengadopsi dan mengadaptasi budaya lokal, menciptakan budaya peranakan Tionghoa yang unik, seperti pakaian kebaya encim, makanan babi kecap, dan seni wayang potehi. 
Mereka lebih terbuka dan fleksibel dalam hal budaya, menghormati dan menghargai budaya-budaya lain.
Di Malaysia, keturunan Tionghoa lebih konservatif dan tradisional dalam menjaga budaya asli dari Tiongkok. 
Mereka lebih tertutup dan kurang berinteraksi dengan budaya lain.
Dengan memahami perbedaan-perbedaan ini, kita dapat melihat bagaimana faktor sejarah, sosial, dan politik membentuk identitas dan karakteristik komunitas Tionghoa di kedua negara.***
Baca Juga :  10 Hewan Luar Biasa yang Hidup Tanpa Penglihatan Atau Buta

Artikel Terkait

Mengenal Libya: Dari Kekuasaan Gaddafi Hingga ke Kekacauan Pasca Perang
Sejarah Jatuhnya Monarki Irak: Kisah Tragis King Faisal II dalam Kudeta Irak
Utqiagvik: Kota Tanpa Matahari Selama Berbulan-bulan
Krisis Laki-laki di Rusia: Dampak Perang dan Ketidakseimbangan Gender
Transformasi Korea Selatan: Dari Negara Miskin hingga Macan Asia
Inilah La Jument, Mercusuar Paling Berbahaya di Dunia, Berani Mencoba Tantangan Ini?
Keunikan 5 Negara Tanpa Sungai: Fakta Menarik dan Cara Bertahan di Tengah Keterbatasan Alam
Misteri Suku Wajak: Jejak Fosil dan Teori Hilangnya Salah Satu Manusia Purba di Nusantara

Konten berikut adalah iklan platform MGID, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut
Konten berikut adalah iklan platform Recreativ, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut

Artikel Terkait

Sabtu, 23 November 2024 - 09:18 WIB

Mengenal Libya: Dari Kekuasaan Gaddafi Hingga ke Kekacauan Pasca Perang

Jumat, 22 November 2024 - 22:26 WIB

Sejarah Jatuhnya Monarki Irak: Kisah Tragis King Faisal II dalam Kudeta Irak

Jumat, 22 November 2024 - 18:18 WIB

Utqiagvik: Kota Tanpa Matahari Selama Berbulan-bulan

Jumat, 22 November 2024 - 16:14 WIB

Krisis Laki-laki di Rusia: Dampak Perang dan Ketidakseimbangan Gender

Jumat, 22 November 2024 - 14:39 WIB

Transformasi Korea Selatan: Dari Negara Miskin hingga Macan Asia

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:22 WIB

Inilah La Jument, Mercusuar Paling Berbahaya di Dunia, Berani Mencoba Tantangan Ini?

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 12:05 WIB

Keunikan 5 Negara Tanpa Sungai: Fakta Menarik dan Cara Bertahan di Tengah Keterbatasan Alam

Rabu, 23 Oktober 2024 - 11:05 WIB

Misteri Suku Wajak: Jejak Fosil dan Teori Hilangnya Salah Satu Manusia Purba di Nusantara

Berita Terkini

Kota terindah di Indonesia/

Wisata

10 Kota Terindah di Indonesia yang Jadi Impian Wisatawan

Sabtu, 23 Nov 2024 - 10:18 WIB