|
Bekas Rumoh Geudong/Foto: Ist |
AchehNetwork.com – Kelompok masyarakat sipil di Aceh telah mengeluarkan pernyataan tegas kepada pemerintah untuk menghentikan Proyek Living Park yang sedang berlangsung di atas reruntuhan Rumoh Geudong, di Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie.
Permintaan ini didasari oleh penemuan tulang belulang manusia di area tersebut, yang menurut mereka mencerminkan kurangnya penanganan yang sensitif dan bermartabat terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Aceh.
Organisasi masyarakat sipil mengekspresikan kekecewaannya atas pengabaian terhadap penemuan tulang belulang manusia dalam proyek pembangunan Living Park di atas reruntuhan Rumoh Geudong, yang merupakan salah satu situs berat pelanggaran HAM di Kabupaten Pidie, Aceh.
Mereka menekankan bahwa pembangunan Living Park harus dimulai dengan pengungkapan kebenaran, pelaksanaan Pengadilan HAM, serta penggalian dan identifikasi tulang belulang dengan cara yang sensitif dan bermartabat.
Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, yang mewakili Kelompok Masyarakat Sipil, menegaskan bahwa keluarga korban harus terlibat secara aktif dalam proses ini dan diberikan informasi yang transparan mengenai perkembangannya.
Tidak hanya itu, masyarakat sipil juga menyerukan agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan tersebut.
Mereka mengingatkan bahwa Komnas HAM sebelumnya telah menyelesaikan penyelidikan peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Lainnya pada 28 Agustus 2018.
Tim Ad Hoc Komnas HAM juga telah mengirimkan laporan penyelidikan ini kepada Jaksa Agung Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Penemuan ini juga sejalan dengan isi laporan temuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR Aceh) berjudul “Peulara Damee”, yang menyatakan bahwa banyak korban dikubur dalam kuburan massal di sekitar Rumoh Geudong setelah kasus di Aceh menarik perhatian dunia internasional.
Berdasarkan 4.765 pernyataan yang dikumpulkan KKR Aceh, terdapat 1.135 tindakan pembunuhan yang tidak sah serta 371 tindakan penghilangan paksa.
Dalam konteks hukum, Pasal 1 ayat 25 Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh juga menegaskan hak atas kepuasan korban, termasuk di dalamnya penghentian pelanggaran, pengakuan kebenaran, pencarian orang hilang termasuk penggalian kuburan massal, deklarasi resmi atau putusan yudisial yang memulihkan martabat korban, permintaan maaf resmi, sanksi terhadap pelaku, penghargaan korban melalui peringatan dan monumen.
Sebagai catatan, Kelompok Masyarakat Sipil terdiri dari KontraS Aceh, Yayasan PASKA Aceh, Asia Justice and Rights (AJAR), Lembaga Studi Demokrasi dan Perdamaian, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, dan Tim Klarifikasi Sejarah Independen.
Mereka bersama-sama menyerukan tindakan segera dari pemerintah untuk menghormati martabat korban pelanggaran HAM di Aceh.(*)
Sumber Berita: HabaAceh.id