|
Foto: Net |
AchehNetwork.com – Ketika banjir bandang melanda wilayah Demak, Pati, dan Kudus di Jawa Tengah, fokus nasional tertuju pada dampak dahsyat bencana tersebut.
Namun, di tengah perbincangan mengenai bencana alam ini, muncul pula spekulasi menarik mengenai kembalinya Selat Muria setelah menghilang selama 300 tahun.
Perdebatan tentang Selat Muria mulai mengemuka di media sosial setelah akun Sam Elqudsy@nuruzzaman2 mempertimbangkan kaitan antara banjir Demak dan munculnya kembali Selat Muria.
Dalam diskusi tersebut, akun tersebut membandingkan penyebaran banjir tahun 2024 dengan citra masa lalu Selat Muria, mengindikasikan kemungkinan kembalinya Selat Muria akibat banjir bandang.
Selat Muria, yang telah menghilang sejak lama, dahulu memisahkan Pulau Jawa dengan Gunung Muria, kemudian menjadi daratan sekitar 300 tahun yang lalu.
Namun, perdebatan baru muncul ketika citra satelit banjir Demak 2024 menunjukkan pola aliran yang mirip dengan citra satelit Selat Muria pada abad ke-7 M dan abad ke-16 M.
Menurut Pakar Geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, penurunan tanah di wilayah tersebut memanglah mungkin terjadi.
Namun, ia menegaskan bahwa penyebab munculnya kembali Selat Muria bukanlah karena banjir yang terjadi saat ini.
Kota-kota seperti Semarang serta wilayah pantura seperti Demak, Pati, dan Kudus mengalami penurunan tanah karena material bawah tanahnya belum mengalami kompaksi sempurna, sehingga rentan terhadap subsidence.
Namun, apa sebenarnya Selat Muria dan perannya di Jawa Tengah?
Selat Muria, seperti yang dilansir dari berbagai sumber termasuk buku “Jati, Juwana, dan Jung Jawa: Geohistoris Pegunungan Kendeng dan Selat Muria” oleh Ahmad Bukhori Mansuri (2021), memiliki sejumlah fakta menarik:
1. Menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria
Selat Muria dulunya merupakan jalur perairan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Muria, terletak di sebelah selatan Gunung Muria.
Selat ini memisahkan daratan Pegunungan Kendeng di bagian utara Jawa Tengah dengan Gunung Muria di tengah Pulau Muria.
2. Jalur perdagangan strategis
Selat Muria menjadi jalur perdagangan yang strategis karena kedekatannya dengan kota perdagangan Demak.
Pada masa lalu, Demak merupakan pelabuhan penting dan strategis, di mana pedagang dari Semarang sering menggunakan jalur Selat Muria untuk menuju Demak dan melakukan perdagangan hingga ke penjuru Nusantara seperti Maluku.
3. Galangan Kapal
Selat Muria tidak hanya menjadi jalur perdagangan, tetapi juga pusat pembuatan kapal atau galangan kapal.
Di sini, diproduksi kapal Jung Jawa dengan kayu jati sebagai bahan utamanya. Pegunungan Kendeng di Pulau Muria menjadi penghasil utama kayu jati.
4. Hilang karena pendangkalan
Selat Muria mulai menyempit dan akhirnya hilang karena proses sedimentasi yang terus berlangsung.
Dataran pantai di Semarang dan Demak bergerak ke arah utara, sementara endapan sungai dari Kali Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi, serta endapan fluvio-marin lainnya, membuat Selat Muria tidak lagi bisa dilalui oleh kapal.
5. Jejak Selat Muria
Meskipun Selat Muria telah hilang, jejaknya masih dapat ditemukan melalui Sungai Kalilondo, Sungai Silugunggo, dan situs arkeologis seperti Medang di Kabupaten Grobogan.
Penemuan fosil hewan laut di situs Patiayam, Kudus, juga menjadi bukti keberadaan Selat Muria.
Dengan sejarahnya yang kaya akan perdagangan dan industri galangan kapal, Selat Muria merupakan salah satu bagian penting dari warisan budaya dan geografis Jawa Tengah.
Meskipun saat ini telah hilang, jejaknya masih dapat ditemukan di sepanjang pesisir dan sungai-sungai di wilayah tersebut.(*)