Brunei Darussalam, Negara Terkecil di ASEAN yang Kaya Raya, Berikut Fakta dan Sejarahnya - Acheh Network

Brunei Darussalam, Negara Terkecil di ASEAN yang Kaya Raya, Berikut Fakta dan Sejarahnya

Kamis, 22 Februari 2024 - 17:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Brunei
Foto: kolase AchehNetwork.com



AchehNetwork.com – Brunei Darussalam, sebuah negara berdaulat yang terletak di Asia Tenggara, menempati pantai utara pulau Kalimantan.
Dengan luas wilayah mencapai 5.765 km², negara ini menyentuh sepenuhnya Laut Tiongkok Selatan dan terbagi menjadi beberapa negara bagian di Sarawak, Malaysia.
Ibu kota negara ini adalah Bandar Seri Begawan. Bahasa resmi yang digunakan adalah Melayu, sementara Bahasa Inggris juga diakui bersama dengan dialek lokal.
Brunei memiliki beragam kelompok etnik, dengan mayoritas penduduknya adalah orang Melayu (65,7%), diikuti oleh etnis Tionghoa (10,3%), dan kelompok lainnya sebesar 24%.
Agama yang dominan di negara ini adalah Islam Sunni.
Pemerintahannya adalah monarki absolut, dengan Sultan Hassanal Bolkiah sebagai kepala negara dan Yang di-Pertuan, serta Al-Muhtadee Billah sebagai Putra Mahkota.
Dalam hal ekonomi, Brunei memiliki PDB per kapita yang signifikan, menempatkannya sebagai salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia.
Menurut Dana Moneter Internasional, Brunei memiliki PDB per kapita terbesar kelima di dunia dalam keseimbangan kemampuan berbelanja.
Selain itu, Forbes menempatkan Brunei sebagai negara terkaya kelima dari 182 negara berkat sumber daya alamnya yang melimpah, terutama minyak bumi dan gas alam.
Negara ini juga terkenal dengan kemakmurannya dan penerapan Islam yang kuat dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam pemerintahan maupun masyarakatnya.
Pada tahun 2020, jumlah penduduknya mencapai sekitar 460.345 jiwa.
Dengan Indeks Pembangunan Manusia yang tinggi, Brunei dikenal sebagai negara maju di Asia Tenggara, hanya berada di belakang Singapura dalam hal ini.

Etimologi: Dari Legenda Hingga Pusat Kebudayaan dan Kedamaian

Brunei, sebuah negara yang kaya akan sejarah dan tradisi, memiliki akar yang dalam dalam perjalanan kerajaannya. 
Silsilah kerajaan Brunei tertuang dalam Batu Tarsilah, yang mencatat garis keturunan para penguasa Brunei mulai dari Awang Alak Betatar, raja pertama yang memeluk Islam pada tahun 1368, hingga Sultan Muhammad Tajuddin, yang memerintah pada abad ke-19.
Sebagai salah satu kerajaan tertua di tanah Melayu, keberadaan Brunei Tua diperkuat oleh catatan Arab, Tiongkok, dan tradisi lisan.
Dalam catatan sejarah Tiongkok, Brunei dikenal dengan berbagai nama seperti Po-li, Po-lo, Poni, dan Bunlai, sementara dalam catatan Arab disebut sebagai Dzabaj atau Randj.
Legenda turun temurun dari Syair Awang Semaun menceritakan asal-usul Brunei dari kata “baru nah”, yang berarti tempat yang sangat baik, yang dipilih oleh suku Sakai yang dipimpin oleh Pateh Berbai untuk mendirikan sebuah negeri baru. 
Kemudian, “baru nah” berubah menjadi Brunei, menggambarkan betapa strategisnya lokasi tersebut dengan dipayungi oleh bukit, air yang melimpah, dan sumber daya alam yang kaya.
Jejak agama Hindu-Buddha juga terlihat dalam sejarah Brunei, tercermin dari replika stupa yang ditemukan di Pusat Sejarah Brunei.
Pada masa itu, agama tersebut dibawa oleh para musafir yang mendirikan stupa sebagai tanda kedatangan mereka untuk menyebarkan agama tersebut.
Namun, pengaruh Islam mulai menguat di Brunei ketika Syarif Ali menjadi Sultan Brunei ke-3 pada tahun 1425 M.
Islam berkembang pesat di kerajaan ini, dipicu oleh pernikahan antara puteri Sultan dengan Syarif Ali, yang merupakan keturunan langsung dari Cucu Rasulullah.
Kata “Darussalam” dipilih pada abad ke-15 oleh Sultan ke-3, Syarif Ali, untuk menegaskan Islam sebagai agama negara dan untuk memperluas penyebarannya. 
Darussalam dalam bahasa Arab berarti “tempat yang damai” atau “Rumah Keamanan”, mencerminkan cita-cita kerajaan untuk menjadi pusat perdamaian dan stabilitas.
Dengan demikian, Brunei tidak hanya menjadi tempat yang kaya akan sejarah dan warisan budaya, tetapi juga menjadi lambang perdamaian dan keberagaman agama.

Perjalanan Sejarah Brunei: Dari Kekuasaan Kuno Hingga Kemerdekaan Modern

Sejarah Brunei
Tank Jepang ketika perang Brunei(wikipedia)

Baca Juga :  5 Fakta Menarik Sudan Selatan: Negara Termuda di Dunia dengan Sejarah Unik!


Sejarah Brunei membawa kita ke zaman yang kaya akan kejayaan dan perubahan yang menentukan bagi perjalanan negara ini.
Peneliti sejarah telah mengaitkan keberadaan sebuah kerajaan sebelum Kesultanan Brunei, yang oleh orang Tiongkok dikenal sebagai Po-ni.
Catatan sejarah dari Tiongkok dan Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini berdiri di muara Sungai Brunei pada abad ke-7 atau ke-8. 
Kerajaan ini meliputi wilayah yang luas, termasuk Sabah, Brunei, dan Sarawak, dengan pusat pemerintahannya berada di Brunei. Brunei juga menjadi pusat perdagangan penting dengan Tiongkok.
Perjalanan Brunei sebagai pusat perdagangan dan kekuatan regional terhenti ketika Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara memperluas pengaruhnya ke wilayah tersebut pada awal abad ke-15.
Perubahan ini tidak hanya membawa perdagangan baru, tetapi juga agama Islam, yang mulai tersebar luas di Brunei pada akhir abad ke-15.
Setelah jatuhnya Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, Brunei mengambil alih kepemimpinan Islam dari Melaka, memasuki zaman keemasannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17.
Pada puncak kejayaannya, Kesultanan Brunei memperluas wilayahnya hingga ke seluruh pulau Borneo dan Filipina utara.
Di bawah pemerintahan Sultan Bolkiah yang terkenal karena eksplorasinya di laut, Brunei bahkan berhasil menaklukkan Manila.
Sultan Hassan, yang memerintah pada abad ke-17, membangun fondasi aturan adat istiadat dan istana yang masih berdiri kokoh hingga hari ini.
Namun, perselisihan internal dan pengaruh penjajah Eropa di wilayah tersebut membawa kekacauan bagi kerajaan Brunei.
Konflik internal, termasuk perjuangan kekuasaan di antara pewaris kerajaan, serta pengaruh kolonialisme, mengancam stabilitas negara dan menghancurkan ekonomi tradisional Brunei.
Pada abad ke-19, kedatangan James Brooke dari Inggris di Serawak menjadi awal dari penurunan kekuasaan Brunei. 
Serawak akhirnya jatuh ke tangan Inggris, mengurangi wilayah Brunei secara signifikan.
Labuan dan wilayah sekitarnya kemudian diserahkan kepada Brooke pada tahun 1846.
Dengan berbagai perjanjian dan penaklukan, Inggris mengambil kendali atas sebagian besar wilayah Brunei, yang pada akhirnya berada di bawah protektorat Inggris hingga mencapai kemerdekaannya pada tahun 1984.
Brunei terus berjuang untuk mempertahankan kedaulatannya dan menghadapi tantangan-tantangan politik dan ekonomi di abad modern.
Namun, pada tahun 1984, Brunei berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. 
Meskipun wilayahnya lebih kecil dari masa lalu, Brunei tetap berdiri teguh, berbatasan dengan Serawak di barat hingga timur dan Laut Tiongkok Selatan di utara.
Sejarah Brunei adalah cerminan dari ketahanan dan keteguhan sebuah bangsa dalam menghadapi perubahan zaman, serta keinginan untuk menjaga identitas dan kedaulatan nasional di tengah arus globalisasi.

Geografis Brunei

Geografi Brunei memperlihatkan kontras yang menarik antara dua bagian yang berbeda, dengan mayoritas penduduk tinggal di bagian barat yang lebih luas, sementara bagian timur yang bergunung-gunung, seperti Temburong, hanya dihuni oleh sekitar 10.000 orang.

Baca Juga :  Gunung Leuser di Pulau Sumatera: Menjelajahi Gunung Tertinggi dengan Jalur Terpanjang di Asia Tenggara

Dari total populasi sekitar 470.000 orang, sekitar 80.000 orang tinggal di ibu kota Bandar Seri Begawan.

Kota-kota penting lainnya termasuk Muara, sebuah kota pelabuhan vital, Seria yang terkenal dengan produksi minyaknya, dan Kuala Belait, yang berdekatan dengan Seria. 

Di daerah Belait, kawasan Panaga menjadi tempat tinggal bagi banyak ekspatriat, karena fasilitas perumahan dan rekreasi yang disediakan oleh Royal Dutch Shell dan British Army, dengan Klub Panaga yang menjadi landmark penting di sana.

Iklim Brunei adalah tropis khatulistiwa, dengan suhu dan kelembapan tinggi sepanjang tahun, serta curah hujan yang melimpah.

Eksplorasi Ekonomi Brunei: Dari Ladang Minyak ke Diversifikasi Sumber Daya

Brunei
Ladang Minyak Brunei/Foto: CGTN


Ekonomi Brunei memiliki peringkat Indeks Pembangunan Manusia kedua tertinggi di Asia Tenggara, setelah Singapura.
Sektor minyak mentah dan gas alam menjadi tulang punggung ekonomi, menyumbang sekitar 90% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan produksi sekitar 167.000 barel minyak per hari dan 25,3 juta meter kubik gas alam cair per hari, Brunei merupakan produsen minyak terbesar keempat dan pengekspor gas terbesar kesembilan di dunia.
Forbes juga menempatkan Brunei sebagai negara terkaya kelima berdasarkan ladang minyak dan gas alamnya.
Meskipun ekonomi Brunei didominasi oleh sektor energi, upaya diversifikasi telah dilakukan oleh pemerintah.
Ekonomi kecil yang kaya ini mencerminkan campuran antara inisiatif wirausaha dalam negeri dan asing, dukungan pemerintah, kebijakan kesejahteraan, dan tradisi kampung. 
Sektor minyak mentah dan gas alam menyumbang hampir separuh dari PDB, sementara pendapatan dari pekerjaan di luar negeri juga menjadi sumber pendapatan yang signifikan.
Pemerintah Brunei telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat ekonominya di tengah tantangan global yang terus berkembang.
Ini termasuk upaya untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja, mengurangi pengangguran, mengembangkan sektor perbankan dan pariwisata, serta secara umum, memperluas basis ekonominya. 
Sistem Penerbangan Brunei Diraja, sebagai maskapai penerbangan negara, berupaya menjadikan Brunei sebagai pusat perjalanan internasional antara Eropa dan Australia/Selandia Baru, sambil juga menyediakan layanan ke tujuan-tujuan utama di Asia.
Meskipun Brunei terus menggantungkan diri pada sektor energi sebagai tulang punggung ekonominya, upaya untuk melakukan diversifikasi ekonomi telah menjadi fokus utama dalam rencana masa depan.
Dengan upaya ini, Brunei berharap dapat mengurangi ketergantungannya pada sektor energi dan menciptakan lebih banyak peluang bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.(*)

Artikel Terkait

Mengenal Libya: Dari Kekuasaan Gaddafi Hingga ke Kekacauan Pasca Perang
Sejarah Jatuhnya Monarki Irak: Kisah Tragis King Faisal II dalam Kudeta Irak
Utqiagvik: Kota Tanpa Matahari Selama Berbulan-bulan
Krisis Laki-laki di Rusia: Dampak Perang dan Ketidakseimbangan Gender
Transformasi Korea Selatan: Dari Negara Miskin hingga Macan Asia
Inilah La Jument, Mercusuar Paling Berbahaya di Dunia, Berani Mencoba Tantangan Ini?
Keunikan 5 Negara Tanpa Sungai: Fakta Menarik dan Cara Bertahan di Tengah Keterbatasan Alam
Misteri Suku Wajak: Jejak Fosil dan Teori Hilangnya Salah Satu Manusia Purba di Nusantara

Konten berikut adalah iklan platform MGID, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut
Konten berikut adalah iklan platform Recreativ, media kami tidak terkait dengan materi konten tersebut

Artikel Terkait

Sabtu, 23 November 2024 - 09:18 WIB

Mengenal Libya: Dari Kekuasaan Gaddafi Hingga ke Kekacauan Pasca Perang

Jumat, 22 November 2024 - 22:26 WIB

Sejarah Jatuhnya Monarki Irak: Kisah Tragis King Faisal II dalam Kudeta Irak

Jumat, 22 November 2024 - 18:18 WIB

Utqiagvik: Kota Tanpa Matahari Selama Berbulan-bulan

Jumat, 22 November 2024 - 16:14 WIB

Krisis Laki-laki di Rusia: Dampak Perang dan Ketidakseimbangan Gender

Jumat, 22 November 2024 - 14:39 WIB

Transformasi Korea Selatan: Dari Negara Miskin hingga Macan Asia

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:22 WIB

Inilah La Jument, Mercusuar Paling Berbahaya di Dunia, Berani Mencoba Tantangan Ini?

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 12:05 WIB

Keunikan 5 Negara Tanpa Sungai: Fakta Menarik dan Cara Bertahan di Tengah Keterbatasan Alam

Rabu, 23 Oktober 2024 - 11:05 WIB

Misteri Suku Wajak: Jejak Fosil dan Teori Hilangnya Salah Satu Manusia Purba di Nusantara

Berita Terkini

Kota terindah di Indonesia/

Wisata

10 Kota Terindah di Indonesia yang Jadi Impian Wisatawan

Sabtu, 23 Nov 2024 - 10:18 WIB