jembatan Krueng Sarullah II (Foto: Steemit) |
AchehNetwork.com – Jembatan Krueng Sarullah II, yang menjulang megah di Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan, telah menjadi destinasi wisata yang begitu populer.
Keindahan panorama alam dengan pemandangan gunung dan laut dari atas jembatan menarik perhatian para pengunjung, memicu gelombang kunjungan untuk menikmati keelokan alam dan mengabadikan momen indah.
Dibangun sejak April 2018, Jembatan Krueng Sarullah II segera menjadi primadona di Tapaktuan.
Setiap hari, puluhan pengunjung menyambangi jembatan ini yang berdiri di atas reklamasi pantai Tapaktuan.
Namun, di balik kepopulerannya, tidak banyak yang mengetahui alasan penamaan jembatan ini sebagai Krueng Sarullah.
Meskipun begitu, kebanyakan orang lebih mengenalnya dengan sebutan jembatan taluak atau jembatan gantung.
Hal ini dikarenakan sebelumnya, di lokasi ini terdapat sebuah jembatan gantung yang menjadi ciri khas.
Namun, seiring berjalannya waktu, nama asli Krueng Sarullah hampir terlupakan, hanya dikenal oleh mereka yang benar-benar memahami sejarahnya.
Namun, tahukah kita mengapa sungai atau krueng (dalam bahasa Aceh) di Tapaktuan ini disebut Krueng Sarullah?
Cerita menarik ini membawa kita kembali ke masa lalu.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah pencarian akan asal-usul bahasa Aneuk Jamee di Tapaktuan membawa penulis kepada Teuku Laksamana bi Teukoe Fitahruddin, keturunan Raja Tapaktuan yang ke-11.
Dari beliau, terungkap cerita menarik ini.
Pada zaman dahulu, ketika hutan belantara masih menyelimuti perkampungan dan manusia belum beranak pinak, tiga pemuda dari Negeri Manggopoh memulai perjalanan ke sebuah daerah pesisir.
Mereka adalah Raja Bingkalang, Raja Sarullah, dan Raja Jali, tiga saudara yang berharap mencari kehidupan baru.
Daerah yang mereka datangi menakjubkan, dan keindahan pesisir membawa inspirasi untuk membuka lahan perladangan di sana.
Melalui musyawarah, mereka sepakat untuk membuka lahan di sepanjang pantai, dengan setiap kakak adik menempati wilayah timur atau barat.
Namun, saat membersihkan hutan, mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan: sebuah gundukan tanah panjang di tepi anak sungai, bermuara ke laut lepas.
Mereka menemukan kuburan Tuan Tapa, sebuah makam yang diyakini sebagai tempat peristirahatan seorang ulama besar.
Keberadaan kuburan tersebut menambah keyakinan mereka akan cerita rakyat tentang Naga dan Tuan Tapa.
Negeri ini diberi nama Tapaktuan atau Kota Naga, yang sekarang menjadi tempat pemukiman padat penduduk.
Namun, cerita tidak berakhir begitu saja. Berita duka datang ketika Raja Sarullah menghilang secara misterius.
Setelah pencarian dua hari, mayatnya ditemukan di hulu sungai, bersamaan dengan hilangnya istri Raja Sarullah yang diculik oleh Raja Kuantan.
Raja Sarullah diduga dibunuh saat menuba ikan oleh Raja Kuantan.
Kisah tragis ini menciptakan ketegangan di Tapaktuan, dan sungai tempat kejadian diberi nama Kuala Sarullah atau Krueng Sarullah sebagai penghormatan terakhir kepada Raja Sarullah.
Inilah asal mula nama Krueng Sarullah di Tapaktuan, sebuah kisah sejarah yang tertanam dalam nama jembatan yang kini menjadi daya tarik utama: Jembatan Kreung Sarullah II.
Cerita ini dikutip dari Steemit/@yellsaints24
Narasumber cerita : Teuku Laksamana