Mercusuar Willem’s Toren III (net) |
AchehNetwork.com – Aceh, dengan pesona alamnya yang menakjubkan, kini turut merayakan keindahan sejarahnya melalui Mercusuar Willem’s Toren III di Pulau Aceh, Aceh Besar.
Terletak di pertemuan Selat Malaka dan Samudera Hindia, Aceh mengundang para pelancong untuk menjelajahi pesona eksotisnya.
Jangan bayangkan destinasi bersejarah itu sebagai “usang” atau “membosankan.” Pulau Aceh, dengan Mercusuar Willem’s Toren III-nya, membuktikan sebaliknya. Bangunan megah ini, yang telah berdiri lebih dari satu abad, memukau dengan keindahan alam di sekelilingnya.
Dari pantai yang membentang indah hingga matahari terbit dan tenggelam yang memancarkan cahaya di atas pasir putih bersinar, Aceh adalah surga bagi para pencinta petualangan dan penikmat keindahan.
Jauh dari kesan sepi, Pulau Aceh menawarkan kombinasi menakjubkan antara keajaiban alam dan kekayaan sejarah.
Mercusuar Willem’s Toren III, yang berdiri tegak di hutan Kampung Meulingge, adalah salah satu bukti kokohnya keberadaan Belanda di Aceh pada tahun 1875.
Meski telah berusia lebih dari seratus tahun, mercusuar setinggi 85 meter ini tetap menjulang dengan megahnya, mengintip dari antara pepohonan.
Gaya arsitektur Belanda yang kental pada bangunan silinder ini menjadi daya tarik tersendiri.
Mercusuar Willem’s Toren III, mencerminkan era ketika Belanda menjajah Bumi Serambi Mekkah, berdiri sebagai saksi bisu perjalanan waktu.
Proses pembangunannya sendiri mencengangkan. Menurut buku “Onze Vestiging in Atjeh” karya Mayor Jenderal G.F.W Borel yang membahas perang Aceh, ratusan orang dari Ambon dan warga lokal dipaksa ikut membangun mercusuar ini.
Sebuah perpaduan antara tangan manusia dan keindahan alam Aceh.
Menariknya, mercusuar ini mengambil nama Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk, sang raja yang memerintah Luksemburg pada masa 1817-1890.
Terletak di kompleks seluas 20 hektare, dahulu wilayah ini dihuni oleh perwira-perwira Belanda.
Willem, sang raja, memainkan peran penting dalam membangun ekonomi dan infrastruktur di wilayah Hindia Belanda, termasuk Pulo Aceh.
Mercusuar Willem’s Toren III adalah bagian dari impian Belanda untuk menjadikan Sabang sebagai pelabuhan transit di Selat Malaka, meniru kesuksesan Singapura.
Seiring berjalannya waktu, Mercusuar Willem’s Toren III menjadi satu-satunya dari tiga mercusuar warisan Belanda yang masih berdiri.
Satu berada di Belanda, kini menjadi museum, dan satu lagi di kepulauan Karibia.
Pulau Aceh mengajak kita untuk menengok puing-puing kejayaan di masa lalu, melalui destinasi wisata bersejarah ini.
Sebuah perjalanan yang menghidupkan kembali kenangan, menyelami sejarah, dan meresapi keindahan yang abadi.(*)