Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, ketika bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) mengikuti rapat koordinasi pengendalian inflasi dengan Mendagri secara virtual di Ruang Kerja Gubernur Aceh (Humas Aceh) |
Banda Aceh – Rapat paripurna yang seharusnya menjadi ajang penyampaian rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2024, serta laporan reses II pimpinan dan anggota DPRA tahun 2023, diputuskan ditunda.
Keputusan ini diambil oleh DPRA sebagai respons terhadap absennya Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, yang sedang mengikuti rapat koordinasi bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu.
Dalam kaitannya, Achmad Marzuki telah menunjuk Sekda Aceh, Bustami Hamzah, untuk mewakili posisinya dalam rapat paripurna DPRA.
Saat pimpinan sidang membuka rapat, anggota DPRA mulai menyampaikan interupsi.
Ketua Fraksi Demokrat, Nurdiansyah Alasta, mengingatkan bahwa penyerahan rancangan KUA-PPAS seharusnya dilakukan oleh Kepala Pemerintah Aceh, yang dalam konteks saat ini adalah Pj Gubernur Aceh.
Oleh karena itu, usulan untuk menunda rapat penyerahan KUA-PPAS diajukan.
Hal serupa diutarakan oleh Ketua Fraksi Gerindra, Abdurrahman Ahmad.
Ia menegaskan bahwa Pj Gubernur Aceh yang memiliki kewajiban untuk hadir dalam rapat tersebut, mengingat pentingnya masalah strategis terkait pembangunan Aceh di masa depan.
Respon tegas datang dari Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, yang menyatakan bahwa sikap DPRA terkesan kekanak-kanakan.
MTA menegaskan bahwa momen penandatanganan kesepakatan KUA-PPAS antara Gubernur dan DPRA adalah saat yang seharusnya tidak dapat diwakilkan.
Meskipun pertikaian semacam ini adalah hal lumrah dalam hubungan antara eksekutif dan legislatif, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa ada nuansa lebih mendalam terkait insiden ini.
Pertikaian ini terkait dengan kontroversi pengusulan Pj Gubernur Aceh beberapa waktu sebelumnya.
Ingatannya kembali pada saat seluruh fraksi di DPRA dengan bulat menolak perpanjangan masa jabatan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.
Salah satu alasan yang diutarakan adalah jarangnya Marzuki menghadiri rapat paripurna DPRA.
Setelah penolakan perpanjangan masa jabatan Marzuki, usulan untuk calon tunggal Pj Gubernur Aceh diajukan.
Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil, karena Presiden tetap menunjuk Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.
Sejak saat itu, dikhawatirkan hubungan antara Marzuki dan DPRA akan kurang harmonis.
Namun, di tengah kondisi ini, harapan tetap ada bahwa hubungan yang baik antara Pj Gubernur Aceh dan DPRA bisa terjalin.
Hal ini sangat penting mengingat Pemilu dan Pilkada yang akan datang, serta tantangan-tantangan seperti angka kemiskinan yang tinggi, stunting, inflasi, dan berbagai masalah lain yang masih membutuhkan penanganan serius di Aceh.
Sebagai catatan akhir, perlu diingat bahwa dalam dunia politik, hubungan yang bersifat dinamis dan kepentingan bersama haruslah menjadi yang utama.
Dengan demikian, diharapkan kepentingan seluruh masyarakat Aceh dapat diutamakan dalam upaya menjaga kerjasama yang produktif dan harmonis antara Pj Gubernur Aceh dan DPRA.(*)
Sumber: Serambinews.com