|
Candi Bajang Ratu (kebudayaan.kemdikbud.go.id) |
AchehNetwork.com – Susunan batu bata merah yang menjulang tinggi di tengah taman yang indah, Candi Bajang Ratu, tampak mencolok dengan warna cokelat terangnya kontras dengan latar belakang rumput hijau dan langit biru yang memayungi.
Terletak di Dusun Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, candi ini berbentuk Paduraksa atau gapura dengan atap yang elegan.
Dengan tinggi mencapai 16,5 meter, bangunan ini mengandung kisah kelam dari masa pemerintahan raja kedua Majapahit, Jayanegara.
Menurut catatan dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, pertama kali nama Bajang Ratu disebutkan dalam Oudheikunding Verslag (OV) pada tahun 1915.
Melalui penelitian sejumlah ahli, Candi Bajang Ratu banyak dihubungkan dengan kematian Raja Jayanegara pada tahun 1328.
Dalam kebudayaan.kemdikbud.go.id, dijelaskan bahwa Kitab Pararaton mencatat bahwa Raja Jayanegara meninggal pada tahun 1328 dengan kata-kata “Sira ta dhinarmeng kapopongan, bhisaka ring Çrnggapura pratista ring Antawulan”.
Krom, yang rujukan nya diambil dari laman yang sama, menyebutkan bahwa Çrnggapura dalam Pararaton sama dengan Çri Ranggapura dalam Nagarakertagama, dan Antawulan dalam Pararaton sama dengan Antarsasi dalam Nagarakertagama.
Dari sini disimpulkan bahwa tempat suci Raja Jayanegara berada di Çrnggapura atau Çri Ranggapura, yang lokasinya berada di Antawulan atau Trowulan.
Candi Bajang Ratu diduga berfungsi sebagai pintu masuk ke tempat suci untuk menghormati kematian Raja Jayanegara.
Hal ini diperkuat oleh relief Sri Tanjung dan Sayap Garuda di Candi Bajang Ratu, yang memiliki makna sebagai simbol pelepasan.
Jayanegara naik takhta sebagai Raja Majapahit menggantikan ayahnya, dan menjadi raja kedua di kerajaan tersebut.
Namanya disebut Jayanegara dalam Kitab Negarakertagama, sementara dalam Kitab Pararaton ia disebut Kalagemet.(*)