Monumen Samudera Pasai. (Foto: Tangkapan Layar) |
ACEH UTARA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara akan mengambil langkah untuk mengajukan dakwaan kembali dalam kasus dugaan korupsi Monumen Samudera Pasai di Aceh Utara. Kejari mengambil langkah ini setelah dakwaan sebelumnya ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh pada Senin, 5 Juni 2023.
“Kejaksaan akan mengajukan dakwaan kembali ke pengadilan untuk disidangkan,” ujar Kasi Intel Kejari Aceh Utara, Arif Kadarman.
Arif menjelaskan bahwa langkah ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang telah dinyatakan batal demi hukum oleh hakim dapat diperbaiki dan diajukan kembali dalam persidangan sebanyak satu kali.
Namun, saat ini pihak Kejari Aceh Utara belum menerima salinan putusan dari majelis hakim PN Tipikor, sehingga belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut. Sebelumnya, dikabarkan bahwa Majelis Hakim PN Tipikor Banda Aceh menolak dakwaan JPU terhadap lima terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Monumen Samudera Pasai di Kabupaten Aceh Utara.
Kelima terdakwa tersebut adalah Fatahillah Bandli selaku Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara periode 2012-2016, Nurliana selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Poniem selaku Konsultan Pengawas, T Maimun selaku Kontraktor Pelaksana, dan T Reza Felanda selaku Kontraktor Pelaksana.
Keputusan tersebut diumumkan oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh R Hendral dalam sidang eksepsi pada Senin, 5 Juni 2023. Dakwaan dari JPU dinyatakan batal demi hukum, sementara para terdakwa dibebaskan dari tahanan.
Zaki Amazan, Penasehat Hukum terdakwa Nurliana, menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum ditolak karena dakwaan tersebut disusun secara tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap atau obscuur libel.
“Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan secara jelas dan detail mengenai kerugian negara,” ujar Zaki.
Dalam dakwaannya, JPU hanya menyebutkan jumlah kerugian negara secara keseluruhan tanpa merinci perhitungannya secara lengkap. “Terlebih lagi, lembaga yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menghitung kerugian negara bukan lembaga yang berwenang.
Jaksa Penuntut Umum menggunakan akuntan publik untuk menghitung kerugian negara,” tambahnya. Oleh karena itu, Hakim menolak dakwaan JPU dan menerima eksepsi yang diajukan oleh para terdakwa.
Menurut Zaki, berdasarkan Pasal 156 ayat 3, penuntut umum dapat melakukan perlawanan (verzet) ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri tempat perkara tersebut diperiksa atau memulai kembali proses persidangan dari awal.
“Para terdakwa akan secara resmi bebas jika penuntut umum tidak melakukan upaya hukum apa pun lagi,” tutupnya.(*)