Para terdakwa (Foto: tangkapan layar) |
SIMEULUE – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menahan enam terdakwa dalam kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue.
Para terdakwa tersebut kini berada di Tahanan Rumah Negara Kelas II B Kajhu Banda Aceh. Salah satu terdakwa yang ditahan adalah Murniati, yang merupakan Ketua DPRK Simeulue dalam masa jabatan 2014-2019.
Terdakwa lainnya adalah Irawan Rudiono, Poni Harjo, Astamudin, Mas Etika Putra, dan Ridwan Bin M Yusuf, yang masing-masing berperan sebagai anggota DPRK, Sekretaris Dewan, Kabag Administrasi DPRK, dan Bendahara Pengeluaran.
Ali Rasab, Pelaksana Harian Kepala Bagian Humas dan Hukum Kejati Aceh, menyatakan bahwa penahanan terhadap para terdakwa didasarkan pada putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh Nomor 87/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna tanggal 24 Mei 2023 untuk Murniati dan rekannya.
Selain itu, putusan Nomor 88/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna tanggal 24 Mei 2023 juga diberlakukan untuk Astamudin dan kawan-kawan.
“Putusan tersebut memerintahkan penahanan semua terdakwa di Tahanan Rumah Negara Kelas II B Kajhu Banda Aceh selama maksimal 30 hari, mulai dari tanggal 24 Mei 2023 hingga tanggal 22 Juni 2023,” ungkap Ali.
Ali menjelaskan bahwa penetapan tersebut dibacakan oleh majelis hakim pada tanggal 24 Mei 2024 setelah Penasehat Hukum membacakan Nota Pembelaan terhadap Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan pada tanggal 17 Mei 2023. Pada tanggal 24 Mei 2023 ini, terdakwa menjalani sidang yang berfokus pada pledoi atau pembelaan terdakwa.
Dalam sidang tersebut, terdakwa dan pengacaranya memohon pembebasan. Sebelumnya, Murniati, mantan Ketua DPRK Simeulue, dan lima terdakwa lainnya telah didakwa dengan tuntutan hukuman penjara selama 1,5 tahun. Mereka dituduh terlibat dalam kasus SPPD fiktif anggota DPRK Simeulue.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Simeulu membacakan tuntutan yang dipimpin oleh Sadri dengan hakim anggota R Daddy Harryanto dan Deny Saputra di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh pada tanggal 17 Mei 2023.
Dalam tuntutan tersebut, keenam terdakwa dibebaskan dari tuntutan primer penuntut umum karena tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Namun, mereka terbukti melakukan tindakan korupsi sebagaimana dakwaan subsider berdasarkan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
“Oleh karena itu, para terdakwa dituntut hukuman penjara selama 1,5 tahun dan denda sebesar Rp200 juta sebagai subsider selama dua bulan,” ujar JPU.
Sementara itu, mantan Ketua DPRK, Murniati, diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp572 juta dalam waktu satu bulan. Jika tidak mampu membayar, harta benda akan disita, dan jika masih tidak mencukupi, Murniati akan menjalani hukuman penjara selama sembilan bulan.
Dalam kasus ini, keenam terdakwa telah melakukan perjalanan dinas fiktif dengan memalsukan SPPD agar tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Tindakan tersebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,8 miliar berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor: 25/LHP/XXI/12/2021 tanggal 27 Desember 2021.
Namun sebelumnya, para terdakwa telah membayar kerugian negara sebesar Rp2 miliar kepada Kejari Simeulue.(*)